UU No.6 Tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan
Contents
- 0.1 Siapa saja tenaga kesehatan yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014?
- 0.2 Undang-undang yang mengatur tentang kesehatan dan tenaga kesehatan dimuat dalam undang undang nomor berapa?
- 0.3 Apa isi Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003?
- 1 Apa isi pasal 71 UU No 36 tahun 2009 tentang kesehatan?
- 2 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang apa?
- 3 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang apa?
- 3.1 Apa isi Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 pasal 4?
- 3.2 Apa isi Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 pasal 4?
- 3.3 A pasal berapa dalam UU No 36 Tahun 2009 tersebut yang menyatakan dan berdasarkan indikasi medis apa saja boleh dilakukan aborsi?
- 3.4 Apa isi pasal 71 UU No 36 tahun 2009 tentang kesehatan?
UU No 36 Tahun 2009 Tentang apa?
Setiap orang berkewajiban menghormati hak orang lain dalam upaya memperoleh lingkungan yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial. Setiap orang berkewajiban berperilaku hidup sehat untuk mewujudkan, mempertahankan, dan memajukan kesehatan yang setinggi-tingginya.
Siapa saja tenaga kesehatan yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014?
Dalam Undang – Undang ini yang dimaksud dengan: 1. serta Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
Undang-undang yang mengatur tentang kesehatan dan tenaga kesehatan dimuat dalam undang undang nomor berapa?
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3) Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
UU No 20 Tahun 2003 menjelaskan tentang apa?
Dalam UU ini diatur mengenai dasar, fungsi, dan tujuan sistem pendidikan nasional; prinsip penyelenggaraan pendidikan; hak dan kewajiban warga negara, orang tua, masyarakat, dan pemerintah; peserta didik; jalur, jenjang, dan jenis pendidikan; bahasa pengantar; dan wajib belajar.
Apa isi Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003?
(1) Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. (2) Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna.
Apa isi pasal 71 UU No 36 tahun 2009 tentang kesehatan?
Pengertian kesehatan reproduksi hakekatnya telah tertuang dalam Pasal 71 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang menyatakan bahwa kesehatan reproduksi merupakan keadaan sehat secara fisik, mental, dan sosial secara utuh, tidak semata- mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang apa?
Dalam UU ini diatur mengenai asas dan tujuan praktik kedokteran, pembentukan Konsil Kedokteran Indonesia, standar pendidikan profesi kedokteran dan kedokteran gigi, pendidikan dan pelatihan kedokteran dan kedokteran gigi, registrasi dokter dan dokter gigi, penyelenggaraan praktik kedokteran, pembentukan Majelis
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang apa?
UU No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
UU No 23 Tahun 1992 tentang kesehatan Apakah masih berlaku?
– Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan, tuntutan, dan kebutuhan hukum dalam masyarakat sehingga perlu dicabut dan diganti dengan Undang-Undang tentang Kesehatan yang baru.
Apa isi Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 pasal 4?
Pasal 4 Setiap orang berhak atas kesehatan. (1) Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan. (2) Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau.
UU kesehatan No 36 Tahun 2009 pasal berapa?
No Judul Undang-Undang Status Undang-Undang Pasal Bentuk Peraturan PUU Status Peraturan Pelaksana Keterangan Berlaku Tidak Berlaku Yang Mengamanatkan Bunyi Pasal Sudah Terbit Belum Terbit 1. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 13 ayat (2) Pasal 13 ayat (2) Program jaminan kesehatan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. UU UU No.24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial – – 2. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 20 ayat (2) Pasal 20 ayat (2) Pelaksanaan sistem jaminan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan UU UU No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional – – 3. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 21 ayat (2) Ketentuan mengenai perencanaan, pengadaan, pendayagunaan, pembinaan, dan pengawasan mutu tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah No.67 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Tenaga Kesehatan – – 4. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 22 ayat (2) Ketentuan mengenai kualifikasi minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri Peraturan Menteri Kesehatan Peraturan Menteri Kesehatan No.33 Tahun 2015 tentang Pedoman Penyusunan Perencanaan Kebutuhan Sumber Daya Manusia Kesehatan – – 5. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 23 ayat (5) Ketentuan mengenai perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Menteri Peraturan Menteri Kesehatan Peraturan Menteri Kesehatan No.28 Tahun 2017 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan – – 6. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 23 ayat (5) Ketentuan mengenai perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Menteri Peraturan Menteri Kesehatan Peraturan Menteri Kesehatan No.46 Tahun 2013 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan – – 7. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 24 ayat (3) Ketentuan mengenai hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri Peraturan Menteri Kesehatan Peraturan Menteri Kesehatan No.43 Tahun 2016 tentang Permen Kesehatan No.43 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan – – 8. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 25 ayat (3) Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan dan/atau pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah No.67 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Tenaga Kesehatan – – 9. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 26 ayat (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan tenaga kesehatan diatur dalam Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah No.67 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Tenaga Kesehatan – – 10. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 27 ayat (3) Ketentuan mengenai hak dan kewajiban tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah No.67 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Tenaga Kesehatan – – 11. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 33 ayat (2) Kompetensi manajemen kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Peraturan Menteri Kesehatan Peraturan Menteri Kesehatan No.971/MENKES/PER/XI Tahun 2009 tentang Standar Kompetensi Pejabat Struktural Kesehatan – – 12. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 34 ayat (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Peraturan Perundang-undangan – – Belum ditetapkan: berdasarkan penelusuran terakhir dalam situs www.setneg.go.id dan http://hukor.kemkes.go.id/hukor/permenkes yang diakses pada hari Kamis, tanggal 28 Mei 2020 Pukul 13:25 WIB 13. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 35 ayat (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah No.47 Tahun 2016 tentang Fasilitas Pelayanan Kesehatan – Ketentuan Pasal 35 diubah UU Cipta Kerja 14. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 39 ayat (0) Ketentuan mengenai perbekalan kesehatan ditetapkan dengan Peraturan Menteri Peraturan Menteri Kesehatan Peraturan Menteri Kesehatan No.1191/MENKES/PER/VIII Tahun 2010 tentang Penyaluran Alat Kesehatan – – 15. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 40 ayat (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai perbekalan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur dengan Peraturan Menteri. Peraturan Menteri Kesehatan – – – 16. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 42 ayat (3) Ketentuan mengenai teknologi dan produk teknologi kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi standar yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Peraturan Pemerintah – – Belum di tetapkan. RPP tentang Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Sedang proses permintaan paraf/selesai harmonisasi. (hasil Kunjungan ke Kementerian Kesehatan RI tgl.23 Juli 2020) 17. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 43 ayat (2) Pembentukan lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah – – Belum di tetapkan. RPP tentang Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Sedang proses permintaan paraf/selesai harmonisasi. (hasil Kunjungan ke Kementerian Kesehatan RI tgl.23 Juli 2020) 18. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 44 ayat (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan uji coba terhadap manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah – – Belum di tetapkan. RPP tentang Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Sedang proses permintaan paraf/selesai harmonisasi. (hasil Kunjungan ke Kementerian Kesehatan RI tgl.23 Juli 2020) 19. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 45 ayat (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan teknologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah – – Belum di tetapkan. RPP tentang Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. penelusuran terakhir dalam situs www.setneg.go.id/ dan www.hukor.depkes.go.id/ yang diakses pada hari Selasa, 3 November 2020 Pukul 09:11 WIB Sedang proses permintaan paraf/selesai harmonisasi. (hasil Kunjungan ke Kementerian Kesehatan RI tgl.23 Juli 2020) 20. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 51 ayat (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan minimal kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah – – Belum ditetapkan. RPP Standar Pelayanan Minimal Kesehatan Proses Pembahasan Internal (hasil Kunjungan ke Kementerian Kesehatan RI tgl.23 Juli 2020) 21. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 55 ayat (2) Standar mutu pelayanan kesehatan sebagai-mana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah No.2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal – – 22. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 56 ayat (3) Ketentuan mengenai hak menerima/menolak sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Peraturan Perundang-undangan – – Belum ditetapkan: berdasarkan penelusuran terakhir dalam situs www.setneg.go.id dan http://hukor.kemkes.go.id/hukor/permenkes yang diakses pada hari Kamis, tanggal 28 Mei 2020 Pukul 13:25 WIB 23. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 58 ayat (3) Ketentuan mengenai tata cara pengajuan tuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Peraturan Perundang-undangan – – Belum ditetapkan: berdasarkan penelusuran terakhir dalam situs www.setneg.go.id dan http://hukor.kemkes.go.id/hukor/permenkes yang diakses pada hari Kamis, tanggal 28 Mei 2020 Pukul 13:25 WIB 24. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 59 ayat (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan jenis pelayanan kesehatan tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah No.103 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional – – 25. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 62 ayat (4) Ketentuan lebih lanjut tentang upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit diatur dengan Peraturan Menteri. Peraturan Menteri Kesehatan Peraturan Menteri Kesehatan No.74 Tahun 2015 tentang Upaya Peningkatan Kesehatan dan Pencegahan Penyakit – – 26. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 65 ayat ((3)) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Peraturan Menteri Kesehatan – – RPP tentang Transplantasi Organ dan Jaringan Tubuh. Selesai proses harmonisasi dan telah disampaikan kepada Kemensetneg untuk proses penetapan Presiden. 27. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 67 ayat (2) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengambilan dan pengiriman spesimen atau bagian organ tubuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Peraturan Perundang-undangan – – Belum ditetapkan: berdasarkan penelusuran terakhir dalam situs www.setneg.go.id dan http://hukor.kemkes.go.id/hukor/permenkes yang diakses pada hari Kamis, tanggal 28 Mei 2020 Pukul 13:25 WIB 28. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 68 ayat ((2)) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan pemasangan implan obat dan/atau alat kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah – – Belum ditetapkan: berdasarkan penelusuran terakhir dalam situs www.setneg.go.id dan http://hukor.kemkes.go.id/hukor/permenkes yang diakses pada hari Kamis, tanggal 28 Mei 2020 Pukul 13:25 WIB Terdapat: Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1981 tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis Serta Transplantasi Alat Atau Jaringan Tubuh Manusia masih berlaku Telah disusun RPP Tentang Penelitian dan Pengembangan Bidang Kesehatan berdasarkan Keppres No.20 Tahun 2017 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah 29. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 69 ayat ((3)) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara bedah plastik dan rekonstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah – – Belum ditetapkan: berdasarkan penelusuran terakhir dalam situs www.setneg.go.id dan http://hukor.kemkes.go.id/hukor/permenkes yang diakses pada hari Kamis, tanggal 28 Mei 2020 Pukul 13:25 WIB Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1981 tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis Serta Transplantasi Alat Atau Jaringan Tubuh Manusia masih berlaku Telah disusun RPP Tentang Penelitian dan Pengembangan Bidang Kesehatan berdasarkan Keppres No.20 Tahun 2017 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah 30. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 70 ayat (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan sel punca sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri Peraturan Menteri Kesehatan Peraturan Menteri Kesehatan No.833/MENKES/PER/IX Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Sel Punca – – 31. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 74 ayat (3) Ketentuan mengenai reproduksi dengan bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah No.61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi – – 32. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 74 ayat (2) Pelaksanaan pelayanan kesehatan reproduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tidak bertentangan dengan nilai agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan Peraturan Perundang-undangan – – Belum ditetapkan: berdasarkan penelusuran terakhir dalam situs www.setneg.go.id dan http://hukor.kemkes.go.id/hukor/permenkes yang diakses pada hari Kamis, tanggal 28 Mei 2020 Pukul 13:25 WIB 33. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 75 ayat (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah No.61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi – – 34. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 77 ayat (0) Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan Peraturan Perundang-undangan – – Belum ditetapkan: berdasarkan penelusuran terakhir dalam situs www.setneg.go.id dan http://hukor.kemkes.go.id/hukor/permenkes yang diakses pada hari Kamis, tanggal 28 Mei 2020 Pukul 13:25 WIB 35. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 78 ayat (3) Ketentuan mengenai pelayanan keluarga berencana dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan Peraturan Perundang-undangan – – Belum ditetapkan: berdasarkan penelusuran terakhir dalam situs www.setneg.go.id dan http://hukor.kemkes.go.id/hukor/permenkes yang diakses pada hari Kamis, tanggal 28 Mei 2020 Pukul 13:25 WIB 36. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 79 ayat (3) Ketentuan mengenai kesehatan sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah – – RPP tentang Upaya Kesehatan Sekolah Proses Pembahasan Internal (hasil Kunjungan ke Kementerian Kesehatan RI tgl.23 Juli 2020) 37. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 82 ayat (5) Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), atau bantuan masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan Peraturan Perundang-undangan – – Belum ditetapkan: berdasarkan penelusuran terakhir dalam situs www.setneg.go.id dan http://hukor.kemkes.go.id/hukor/permenkes yang diakses pada hari Kamis, tanggal 28 Mei 2020 Pukul 13:25 WIB 38. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 84 ayat (0) Ketentuan lebih lanjut tentang penyelenggaraan pelayanan kesehatan pada bencana diatur dengan Peraturan Menteri. Peraturan Menteri Kesehatan – – Belum ditetapkan: berdasarkan penelusuran terakhir dalam situs www.setneg.go.id dan http://hukor.kemkes.go.id/hukor/permenkes yang diakses pada hari Kamis, tanggal 28 Mei 2020 Pukul 13:25 WIB 39. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 92 ayat (-) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelayanan darah diatur dengan Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah No.7 Tahun 2011 tentang Pelayanan Darah – – 40. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 96 ayat (0) Ketentuan lebih lanjut mengenai penanggulangan gangguan penglihatan dan pendengaran diatur dengan Peraturan Menteri. Peraturan Menteri – – – 41. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 97 ayat (4) Ketentuan mengenai kesehatan matra sebagaimana dimaksud dalam pasal ini diatur dengan Peraturan Menteri Peraturan Menteri Kesehatan Peraturan Menteri Kesehatan No.61 Tahun 2013 tentang Kesehatan Matra. – – 42. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 98 ayat (3) Ketentuan mengenai pengadaan, penyimpanan, pengolahan, promosi, pengedaran sediaan farmasi dan alat kesehatan harus memenuhi standar mutu pelayanan farmasi yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah No.72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan – – 43. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 101 ayat (2) Ketentuan mengenai mengolah, memproduksi, mengedarkan, mengembangkan, meningkatkan, dan menggunakan obat tradisional diatur dengan Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah No.103 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional – – 44. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 102 ayat (2) Ketentuan mengenai narkotika dan psikotropika dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Peraturan Menteri Kesehatan Peraturan Menteri Kesehatan No.3 Tahun 2015 tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, Dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, Dan Prekursor Farmasi – – 45. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 103 ayat (2) Ketentuan mengenai produksi, penyimpanan, peredaran, serta penggunaan narkotika dan psikotropika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Peraturan Menteri Kesehatan Peraturan Menteri Kesehatan No.3 Tahun 2015 tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, Dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, Dan Prekursor Farmasi – – 46. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 106 ayat (3) Pemerintah berwenang mencabut izin edar dan memerintahkan penarikan dari peredaran sediaan farmasi dan alat kesehatan yang telah memperoleh izin edar, yang kemudian terbukti tidak memenuhi persyaratan mutu dan/atau keamanan dan/atau kemanfaatan, dapat disita dan dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Peraturan Perundang-undangan – – Belum ditetapkan: berdasarkan penelusuran terakhir dalam situs www.setneg.go.id dan http://hukor.kemkes.go.id/hukor/permenkes yang diakses pada hari Kamis, tanggal 28 Mei 2020 Pukul 13:25 WIB Ketentuan Pasal 106 dihapus UU Cipta Kerja 47. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 108 ayat (2) Ketentuan mengenai pelaksanaan praktik kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah No.51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian – – 48. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 111 ayat (2) Makanan dan minuman hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No.27 Tahun 2017 tentang Pendaftaran Pangan Olahan – Ketentuan Pasal 111 diubah UU Cipta Kerja 49. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 111 ayat (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian label sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No.31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan – – 50. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 111 ayat (6) Makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan standar, persyaratan kesehatan, dan/atau membahayakan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang untuk diedarkan, ditarik dari peredaran, dicabut izin edar dan disita untuk dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Peraturan Perundang-undangan – – Belum ditetapkan: berdasarkan penelusuran terakhir dalam situs www.setneg.go.id dan http://hukor.kemkes.go.id/hukor/permenkes yang diakses pada hari Kamis, tanggal 28 Mei 2020 Pukul 13:25 WIB Ketentuan Pasal 111 diubah UU Cipta Kerja 51. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 116 ayat (-) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah No.109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan – – 52. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 118 ayat (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai upaya identifikasi mayat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. Peraturan Menteri Kesehatan Peraturan Menteri Kesehatan No.37 Tahun 2014 tentang Penentuan Kematian dan Pemanfaatan Organ Donor – – 53. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 120 ayat (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai bedah mayat anatomis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri Peraturan Menteri Kesehatan – – Belum ditetapkan: berdasarkan penelusuran terakhir dalam situs www.setneg.go.id dan http://hukor.kemkes.go.id/hukor/permenkes yang diakses pada hari Kamis, tanggal 28 Mei 2020 Pukul 13:25 WIB 54. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 121 ayat (2) Dalam hal pada saat melakukan bedah mayat klinis dan bedah mayat anatomis ditemukan adanya dugaan tindak pidana, tenaga kesehatan wajib melaporkan kepada penyidik sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Peraturan Perundang-undangan – – Belum ditetapkan: berdasarkan penelusuran terakhir dalam situs www.setneg.go.id dan http://hukor.kemkes.go.id/hukor/permenkes yang diakses pada hari Kamis, tanggal 28 Mei 2020 Pukul 13:25 WIB 55. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 122 ayat (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan bedah mayat forensik diatur dengan Peraturan Menteri Peraturan Menteri Kesehatan Peraturan Menteri Kesehatan No.37 Tahun 2014 tentang Penentuan Kematian dan Pemanfaatan Organ Donor – – 56. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 123 ayat (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penentuan kematian dan pemanfaatan organ donor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri. Peraturan Menteri Kesehatan Peraturan Menteri Kesehatan No.37 Tahun 2014 tentang Penentuan Kematian dan Pemanfaatan Organ Donor – – 57. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 126 ayat (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelayanan kesehatan ibu diatur dengan Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah No.61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi – – 58. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 127 ayat (2) Ketentuan mengenai persyaratan kehamilan di luar cara alamiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah No.61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi – – 59. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 129 ayat ((2)) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah No.33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif – – 60. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 132 ayat (2) Ketentuan mengenai anak yang dilahirkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Peraturan Perundang-undangan – – Belum ditetapkan: berdasarkan penelusuran terakhir dalam situs www.setneg.go.id dan http://hukor.kemkes.go.id/hukor/permenkes yang diakses pada hari Kamis, tanggal 28 Mei 2020 Pukul 13:25 WIB 61. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 151 ayat (-) Ketentuan lebih lanjut mengenai upaya kesehatan jiwa diatur dengan Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah – – Belum ditetapkan. RPP tentang Upaya Kesehatan Jiwa Proses Pembahasan Internal (hasil Kunjungan ke Kementerian Kesehatan RI tgl.23 Juli 2020) 62. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 157 ayat (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyakit menular sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. Peraturan Menteri Kesehatan Peraturan Menteri Kesehatan No.27 Tahun 2017 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan – – 63. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 163 ayat ((4)) Ketentuan mengenai standar baku mutu kesehatan lingkungan dan proses pengolahan limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dan ayat (3), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah No.66 Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan – – 64. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 164 ayat (5) Pemerintah menetapkan standar kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2). Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah No.88 Tahun 2019 tentang Kesehatan Kerja – Pasal ini tidak mengamanatkan Peraturan Pelaksana. 65. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 167 ayat ((4)) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Presiden Peraturan Presiden Peraturan Presiden No.72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional – – 66. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 168 ayat ((3)) Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah No.46 Tahun 2014 tentang Sistem Informasi Kesehatan – – 67. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 172 ayat ((2)) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara alokasi pembiayaan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah Peraturan Pemerintah – – RPP tentang Pembiayaan Kesehatan Proses Pembahasan Internal (hasil Kunjungan ke Kementerian Kesehatan RI tgl.23 Juli 2020) 68. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 177 ayat (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai keanggotaan, susunan organisasi dan pembiayaan BPKN dan BPKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden. Peraturan Presiden – – Belum ditetapkan: berdasarkan penelusuran terakhir dalam situs www.setneg.go.id dan http://hukor.kemkes.go.id/hukor/permenkes yang diakses pada hari Kamis, tanggal 28 Mei 2020 Pukul 13:25 WIB 69. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 181 ayat (-) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan diatur dengan Peraturan Menteri. Peraturan Menteri Kesehatan Peraturan Menteri Kesehatan No.65 Tahun 2013 tentang Tentang Pedoman Pelaksanaan Dan Pembinaan Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan – – 70. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 187 ayat (-) Ketentuan lebih lanjut tentang pengawasan diatur dengan Peraturan Menteri. Peraturan Menteri Kesehatan Peraturan Menteri Kesehatan No.39 Tahun 2014 tentang Pembinaan, Pengawasan Dan Perizinan, Pekerjaan Tukang Gigi – 1. Permenkes No.27 Tahun 2016 Tentang Kebijakan Pengawasan Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan 2. Permenkes No.31 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 889/Menkes/Per/V/2011 Tentang Registrasi, Izin Praktik, Dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian 71. Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. V – Pasal 188 ayat (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengambilan tindakan administratif sebagaimana dimaksud pasal ini diatur oleh Menteri. Peraturan Menteri Kesehatan Peraturan Menteri Kesehatan No.10 Tahun 2018 tentang pengawasan di bidang kesehatan – Ketentuan Pasal 188 diubah UU Cipta KerjaApa isi Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 pasal 4?
Pasal 4 Setiap orang berhak atas kesehatan. (1) Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan. (2) Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau.
A pasal berapa dalam UU No 36 Tahun 2009 tersebut yang menyatakan dan berdasarkan indikasi medis apa saja boleh dilakukan aborsi?
/ 13 October 2021 Narasumber: Frisca – Relawan Lembaga Bantuan Hukum “Pengayoman” UNPAR Menurut organisasi kesehatan dunia atau World Health Organization (WHO), kekerasan seksual dapat diartikan sebagai segala perilaku yang dilakukan dengan menyasar seksualitas atau organ seksual seseorang tanpa mendapatkan persetujuan, dan memiliki unsur paksaan atau ancaman.
Kemudian, merujuk pada naskah akademik Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (selanjutnya disebut RUU TPKS), kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang bersifat fisik dan/atau nonfisik, mengarah kepada tubuh dan/atau fungsi alat reproduksi yang disukai secara paksa dengan ancaman, tipu muslihat, atau bujuk rayu yang mempunyai atau tidak mempunyai tujuan tertentu untuk mendapatkan keuntungan yang berakibat penderitaan atau kesengsaraan secara fisik, psikis, seksual, dan kerugian secara ekonomis.
Kekerasan seksual menjadi suatu perhatian publik terutama sejak pandemi Corona Virus Disease 2019. Kekerasan seksual yang yang terjadi di masyarakat tidak hanya terbatas pada kekerasan seksual di ranah personal seperti kekerasan kepada istri, kekerasan dalam pacaran, dan lain sebagainya.
- Akan tetapi, kekerasan seksual yang umumnya sering terjadi juga adalah kekerasan di ranah publik seperti tindakan perkosaan, pencabulan, pelecehan seksual, dan lain sebagainya.
- Dilansir dari Catatan Tahunan 2020 Komisi Nasional Perempuan Indonesia (selanjutnya disebut Komnas Perempuan), kasus Kekerasan terhadap Perempuan tercatat sebanyak 299.911 kasus terdiri dari kasus yang ditangani oleh Pengadilan Negeri/Pengadilan Agama, Lembaga layanan mitra Komnas Perempuan dan Unit Pelayanan dan Rujukan (UPR) Komnas Perempuan.
Dari total 299.911 kasus tersebut, 21% (dua puluh satu persen) kasus Kekerasan terhadap Perempuan di ranah publik yang salah satu didalamnya terkait dengan tindak pidana perkosaan. Maraknya tindakan kekerasan saat ini menjadi suatu perhatian tersendiri bagi kaum feminis dan juga masyarakat luas.
- Perhatian ini muncul dikarenakan selain dari memandang pada penegakan keadilan dengan menghukum pelaku, tetapi juga diperlukan pengaturan terhadap korban kekerasan seksual terutama bagi korban yang mengandung anak dari pelaku perkosaan akibat terjadinya perkosaan tersebut.
- Menanggapi permasalahan perkosaan, hukum positif Indonesia telah mengatur mengenai jerat pidana bagi pelaku kekerasan seksual yaitu dalam Pasal 285 sampai dengan Pasal 296 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut KUHP).
Walaupun sudah ada pengaturannya tapi keseluruhan pengaturannya memang belum memberikan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual. Melihat pada kemungkinan bahwa korban dari perkosaan bisa saja mengandung anak hasil perkosaan, hal ini dapat membawa penderitaan mendatang kepada korban.
- Terlebih lagi dalam hukum positif Indonesia yaitu dalam KUHP mengatur secara eksplisit dinyatakan pada Pasal 346 sampai dengan Pasal 348 bahwa tindakan menggugurkan atau mematikan kandungan (selanjutnya disebut aborsi) merupakan tindak kejahatan.
- Hal ini juga dipertegas dalam Pasal 75 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (selanjutnya disebut UU Kesehatan) yang menyatakan bahwa setiap orang dilarang melakukan aborsi.
Pelarangan ini juga menggambarkan bahwa pada hakikatnya setiap ciptaan Tuhan memiliki hak untuk hidup dan bertahan hidup. Begitu juga untuk janin yang belum dilahirkan ke dunia. Walaupun belum dilahirkan sebagai seorang dalam wujud manusia, negara tetap menjamin eksistensinya untuk lahir di dunia.
Merujuk juga pada Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (selanjutnya disebut UU HAM), secara tegas dinyatakan bahwa setiap anak sejak dalam kandungan berhak untuk hidup, mempertahankan hidup, dan meningkatkan taraf kehidupannya. Ditambah lagi, tindakan aborsi memiliki risiko yang tinggi terhadap kesehatan dan keselamatan seorang wanita bahkan dapat berisiko fatal diantaranya dapat menyebabkan penyakit kelamin, kanker bahkan kematian.
Maka dari itu, tindakan aborsi menjadi suatu tindakan yang wajar saja dilarang sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan Indonesia. Pada praktiknya, permasalahan mengenai efektivitas hukum pada tindak aborsi terutama bagi korban perkosaan masih memunculkan pro dan kontra.
Perbedaan pandangan ini didasarkan pada perbandingan antara kepentingan mengenai eksistensi janin untuk lahir dan kepentingan korban yang tidak menginginkan keberadaan janin tersebut. Bagi korban tentunya akan merasa tidak adil karena korban mengalami penderitaan secara fisik, psikis, dan sosial menghadapi tindakan perkosaan tersebut.
Ditambah lagi, kehamilan akibat perkosaan dapat memperparah kondisi mental korban yang sebelumnya telah mengalami trauma berat akibat peristiwa perkosaan tersebut. Atas pertimbangan-pertimbangan yang berkaitan dengan kondisi korban tindak pidana perkosaan, muncul indikasi-indikasi yang memberikan alasan pembenar dalam melakukan tindak aborsi.
Hal ini didasarkan pada Pasal 75 ayat (2) UU Kesehatan jo Pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi (selanjutnya disebut PP Kesehatan Reproduksi) yang menyatakan bahwa: “Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan: a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau b.kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.
” Alasan pembenar dalam melakukan tindak aborsi ini tentunya harus diikuti dengan syarat-syarat lainnya terutama dalam hal pelaksanaannya, baik yang diatur dalam UU Kesehatan maupun peraturan lainnya. Salah satunya dinyatakan dalam Pasal 75 ayat (3) UU Kesehatan yaitu: “Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang” Kemudian terdapat juga dalam Pasal 76 UU Kesehatan yang menyatakan bahwa: “Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan: a.
- Sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis; b.
- Oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri; c.
- Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan; d.
- Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan e.
penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.” Adapun terdapat peraturan pelaksana dari tindak aborsi yang diperbolehkan bagi korban perkosaan yaitu pada Pasal 34 sampai dengan Pasal 39 PP Kesehatan Reproduksi. Pada Pasal 34 PP Kesehatan Reproduksi dipaparkan bahwa: (1) Kehamilan akibat perkosaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) huruf b merupakan kehamilan hasil hubungan seksual tanpa adanya persetujuan dari pihak perempuan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- 2) Kehamilan akibat perkosaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan: a.
- Usia kehamilan sesuai dengan kejadian perkosaan, yang dinyatakan oleh surat keterangan dokter; dan b.
- Keterangan penyidik, psikolog, dan/atau ahli lain mengenai adanya dugaan perkosaan.
- Berdasarkan dengan pasal ini, maka dapat disimpulkan bahwa bagi korban perkosaan dapat melakukan tindakan aborsi dengan membuktikan bahwa kehamilan tersebut merupakan akibat dari tindak pidana perkosaan.
Hal ini dilakukan dengan bantuan keterangan para ahli terkait hubungan kausalitas antara tindak perkosaan dan kehamilan korban. Selanjutnya diatur dalam Pasal 35 sampai dengan Pasal 39 yaitu berkaitan dengan penyelenggaraan aborsi. Hal ini menjadi penting karena tindak aborsi merupakan suatu tindakan yang berbahaya sehingga diperlukan pelaksanaan yang aman, bermutu, dan bertanggung jawab.
Dapat disimpulkan bahwa suatu tindak pidana seharusnya tidak hanya berfokus pada pemberian hukuman kepada pelaku. Pemerintah seharusnya juga memikirkan perlindungan hukum bagi korban dari tindak pidana tersebut. Pada tulisan ini, telah dibahas mengenai perlindungan hukum bagi korban tindak pidana perkosaan melalui tindak aborsi.
Meskipun, pada dasarnya tindak aborsi merupakan salah satu tindak pidana, namun terdapat beberapa alasan pembenar yang menyebabkan korban perkosaan dapat melakukan tindakan aborsi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sementara itu, tentunya sangat diharapkan terdapat bentuk pemulihan lain yang dapat diberikan kepada korban.
Hal ini juga membawa suatu pembahasan terkait upaya memperkuat efektifitas hukum terhadap tindak perkosaan terjadi di masyarakat. Seperti yang dilakukan dalam pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Dasar Hukum: (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Staatsblad Nomor 732 Tahun 1915).
(2) Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Nomor 144 Tahun 2009, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5063). (3) Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Nomor 165 Tahun 1999).
- 4) Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi (Lembaran Negara Nomor 169 Tahun 2014, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5559).
- Referensi: Mila Novita, Kenali Beragam Bentuk Kekerasan Seksual, Beda Dengan Pelecehan, https://cantik.tempo.co/read/1340595/kenali-beragam-bentuk-kekerasan-seksual-beda-dengan-pelecehan/full&view=ok, (diakses pada 11 Oktober 2021).
Pasal 1 angka 1 Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Komnas Perempuan Indonesia, CATAHU 2020 Komnas Perempuan: Lembar Fakta dan Poin Kunci (5 Maret 2021), https://komnasperempuan.go.id/siaran-pers-detail/catahu-2020-komnas-perempuan-lembar-fakta-dan-poin-kunci-5-maret-2021 (diakses pada 10 Oktober 2021).
Spotify Anchor Google Podcast
Apa isi pasal 71 UU No 36 tahun 2009 tentang kesehatan?
Pengertian kesehatan reproduksi hakekatnya telah tertuang dalam Pasal 71 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang menyatakan bahwa kesehatan reproduksi merupakan keadaan sehat secara fisik, mental, dan sosial secara utuh, tidak semata- mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem