Jabatan Yang Dapat Diduduki Oleh Tenaga Kerja Asing Pada Kategori Industri?

Jabatan Yang Dapat Diduduki Oleh Tenaga Kerja Asing Pada Kategori Industri
Kategori Jabatan Tenaga Kerja Asing – Adapun kategori jabatan tenaga kerja asing di Indonesia yang dapat dipekerjakan oleh pemberi kerja tenaga kerja asing sebagaimana yang terdapat dalam Lampiran Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 228 Tahun 2019 tentang Jabatan tertentu yang Dapat Diduduki oleh Tenaga Kerja Asing adalah sebagai berikut:

  1. Konstruksi.
  2. Real estate.
  3. Pendidikan.
  4. Industri pengolahan.
  5. Pengelolaan air, pengelolaan air limbah, pengelolaan dan daur ulang sampah, dan aktivitas remediasi.
  6. Pengangkutan dan pergudangan.
  7. Kesenian, hiburan, dan rekreasi.
  8. Penyediaan akomodasi dan penyediaan makan minum.
  9. Pertanian, kehutanan dan perikanan.
  10. Aktivitas penyewaan dan sewa guna usaha tanpa hak opsi, ketenagakerjaan, agen perjalanan, dan penunjang usaha lainnya.
  11. Aktivitas keuangan dan asuransi.
  12. Aktivitas kesehatan manusia dan aktivitas sosial.
  13. Informasi dan telekomunikasi.
  14. Pertambangan dan penggalian.
  15. Pengadaan listrik, gas, uap/air panas, dan udara dingin.
  16. Perdagangan besar dan eceran, reparasi dan perawatan mobil dan sepeda motor.
  17. Aktivitas jasa lainnya.
  18. Aktivitas professional, ilmiah, dan teknis.

Kategori jabatan tenaga kerja asing di Indonesia secara lebih rinci yang berisikan kode pekerjaan dan nama pekerjaan sebagaimana tersebut di atas juga disebutkan dalam Lampiran Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 228 Tahun 2019 tentang Jabatan tertentu yang Dapat Diduduki oleh Tenaga Kerja Asing.

Berdasarkan Lampiran Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 228 Tahun 2019 tentang Jabatan tertentu yang Dapat Diduduki oleh Tenaga Kerja Asing dapat disimpulkan bahwa tenaga kerja asing yang dapat dapat dipekerjakan di Indonesia adalah pada tingkatan manager atau ahli pada bidang-bidang pekerjaan sebagaimana telah disebutkan di atas.

(RenTo)(030520)

Apa saja bidang jabatan yang boleh diduduki oleh tenaga kerja asing sebagai amanat Undang-Undang Ketenagakerjaan?

Tenaga Kerja Asing atau TKA akan mulai masuk ke Indonesia. Lalu bagaimana ketentuan posisi jabatannya? Berikut penjelasannya di Talenta. Tenaga kerja asing (TKA) di Indonesia memiliki populasi yang terbilang rendah jika dibandingkan sejumlah negara lain seperti Malaysia dan Singapura.

Menurut data Kementrian Ketenagakerjaan, jumlah TKA di Indonesia per Desember 2018 tercatat 95.335 orang, atau sekitar 0,035% dari total penduduk Indonesia yang hampir mencapai 269 juta jiwa. Kebanyakan dari TKA tersebut bekerja sebagai tenaga profesional, manajer, direksi, komisaris, supervisor, konsultan, atau teknisi.

Di Indonesia, pemerintah menetapkan beberapa ketentuan tentang tenaga asing tersebut, salah satunya adalah tentang jabatan yang boleh diisi pekerja asing serta jabatan yang dilarang diduduki oleh mereka. Berdasarkan Keputusan Menteri Ketenagakerjaan No.228 Tahun 2009 tentang Jabatan Tertentu yang Dapat Diduduki oleh TKA, memuat 18 bidang usaha yang boleh diisi TKA, yaitu konstruksi, real estate, pendidikan, pertanian, kehutanan, perikanan, informasi dan telekomunikasi, serta pertambangan dan penggalian.

Jabatan apa yang tidak dapat diduduki tenaga kerja asing?

Meskipun pemerintah memberikan izin pada TKA untuk bisa bekerja di Indonesia, ada beberapa jabatan yang dilarang untuk diduduki oleh TKA agar peluang dan hak dari pekerja Indonesia bisa tetap terjaga. Berikut adalah list dari jabatan yang dilarang diduduki oleh Tenaga Kerja Asing berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor 40 Tahun 2012.

No. Nama Jabatan
INDONESIA INGGRIS
1 Direktur Personalia Personnel Director Personnel Director
2 Manajer Hubungan Industrial Industrial Relation Manager
3 Manajer Personalia Human Resource Manager
4 Supervisor Pengembangan Personalia Personnel Development Supervisor
5 Supervisor Perekrutan Personalia Personnel Recruitment Supervisor
6 Supervisor Penempatan Personalia Personnel Placement Supervisor
7 Supervisor Pembinaan Karir Pegawai Employee Career Development Supervisor
8 Penata Usaha Personalia Personnel Declare Administrator
9 Kepala Eksekutif Kantor Chief Executive Officer
10 Ahli Pengembangan Personalia dan Karir Personnel and Careers Specialist
11 Spesialis Personalia Personnel Specialist
12 Penasehat Karir Career Advisor
13 Penasehat Tenaga Kerja Job Advisor
14 Pembimbing dan Konseling Jabatan Job Advisor and Counseling
15 Perantara Tenaga Kerja Employee Mediator
16 Pengadministrasi Pelatihan Pegawai Job Training Administrator
17 Pewawancara Pegawai Job Interviewer
18 Analis Jabatan Job Analyst
19 Penyelenggara Keselamatan Kerja Pegawai Occupational Safety Specialist.

Sumber: https://jdih.kemnaker.go.id/data_puu/KEPMEN40_TAHUN_2012.pdf Selain daftar di atas, pada Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 228 Tahun 2019, terdapat daftar lebih rinci dari jabatan yang bisa diduduki oleh TKA. Berikut adalah beberapa sektor yang diperbolehkan untuk diisi oleh TKA.

No. Kategori
1 Konstruksi
2 Real Estate
3 Pendidikan
4 Industri Pengolahan
5 Pengelolaan Air, Pengelolaan Air Limbah, Pengelolaan dan Daur Ulang Sampaj, dan Aktivitas Remediasi
6 Pengangkutan dan Pergudangan
7 Kesenian, Hiburan, dan Rekreasi
8 Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan Minum
9 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
10 Aktivitas Penyewaan dan Sewa Guna Usaha Tanpa Hak Opsi, Ketenagakerjaan, Agen Perjalanan, dan Penunjang Usaha Lainnya
11 Aktivitas Keuangan dan Asuransi
12 Aktivitas Kesehatan Manusia dan Aktivitas Sosial
13 Informasi dan Telekomunikasi
14 Pertambangan dan Penggaian
15 Pengadaan Listrik, Gas, Uap/Air Panas, dan Udara Dingin
16 Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi dan Perawatan Mobi dan Sepeda Motor
17 Aktivitas Jasa Lainnya
18 Aktivitas Profesional, Ilmiah, dan Teknis

Sumber: https://jdih.kemnaker.go.id/data_puu/Kepmen_228_2019_OK.pdf Sumber: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/04/10/inilah-jumlah-tenaga-kerja-asing-di-indonesia-dibanding-beberapa-negara-tahun-2018 http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/hukum-bisnis/1427-tenaga-kerja-asing-di-indonesia-kebijakan-dan-implementasi.html

Siapa yang dimaksud tenaga kerja asing?

Perkembangan globalisasi mendorong terjadinya pergerakan aliran modal dan investasi ke berbagai penjuru dunia, terjadi pula migrasi penduduk atau pergerakan tenaga kerja antar negara. Pergerakan tenaga kerja tersebut berlangsung karena investasi yang dilakukan di negara lain pada umumnya membutuhkan pengawasan secara langsung oleh pemilik/investor.

Sejalan dengan itu, demi menjaga kelangsungan usaha dan investasinya. Untuk menghindari terjadinya permasalahan hukum serta penggunaan tenaga kerja asing yang berlebihan, maka Pemerintah harus cermat menentukan policy yang akan di ambil guna menjaga keseimbangan antara tenaga kerja asing (modal asing) dengan tenaga kerja dalam negeri.A.

PENDAHULUAN Menyadari kenyataan sejauh ini Indonesia masih memerlukan investor asing, demikian juga dengan pengaruh globalisasi peradaban dimana Indonesia sebagai negara anggota WTO harus membuka kesempatan masuknya tenaga kerja asing. Untuk mengantisipasi hal tersebut diharapkan ada kelengkapan peraturan yang mengatur persyaratan tenaga kerja asing, serta pengamanan penggunaan tenaga kerja asing.

  1. Peraturan tersebut harus mengatur aspek-aspek dasar dan bentuk peraturan yang mengatur tidak hanya di tingkat Menteri, dengan tujuan penggunaan tenaga kerja asing secara selektif dengan tetap memprioritaskan TKI.
  2. Oleh karenanya dalam mempekerjakan tenaga kerja asing, dilakukan melalui mekanisme dan prosedur yang sangat ketat, terutama dengan cara mewajibkan bagi perusaahan atau korporasi yang mempergunakan tenaga kerja asing bekerja di Indonesia dengan membuat rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Nomor PER.02/MEN/III/2008 Tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing.B.

PENGATURAN NASIONAL MENGENAI TENAGA KERJA ASING 1. Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1995 Tentang Penggunaan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang (TKWNAP) Berbeda dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan yang menggunakan istilah tenaga kerja asing terhadap warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah Negara Kesatuan Republik Indoensia (NKRI), dalam Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1995 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang (TKWNAP), menggunakan istilah tenaga warga negara asing pendatang, yaitu tenaga kerja warga negara asing yang memiliki visa tingal terbatas atau izin tinggal terbatas atau izin tetap untuk maksud bekerja (melakukan pekerjaan) dari dalam wilayah Republik Indonesia (Pasal 1 angka 1).

Istilah TKWNAP ini dianggap kurang tepat, karena seorang tenaga kerja asing bukan saja datang (sebagai pendatang) dari luar wilayah Republik Idnonesia, akan tetapi ada kemungkinan seorang tenaga kerja asing lahir dan bertempat tinggal di Indonesia karena status keimigrasian orang tuanya (berdasarkan asas ius soli atau ius sanguinis ).

Pada prinsipnya, Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1995 tentang penggunaan tenaga kerja warga negara asing pendatang adalah mewajibkan pengutamaan penggunaan tenaga kerja Indonesia di bidang dan jenis pekerjaan yang tersedia kecuali jika ada bidang dan jenis pekerjaan yang tersedia belum atau tidak sepenuhnya diisi oleh tenaga kerja Indonesia, maka penggunaan tenaga kerja warga negara asing pendatang diperbolehkan sampai batas waktu tertentu (Pasal 2).

Ketentuan ini mengharapkan agar tenaga kerja Indonesia kelak mampu mengadop skill tenaga kerja asing yang bersangkutan dan melaksanakan sendiri tanpa harus melibatkan tenaga kerja asing. Dengan demikian penggunaan tenaga kerja asing dilaksanakan secara slektif dalam rangka pendayagunaan tenaga kerja Indonesia secara optimal.2.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUK), penggunaan tenaga kerja asing di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1958 tentang Penempatan Tenaga Kerja Asing (UUPTKA).

  1. Dalam perjalanannya, pengaturan mengenai penggunaan tenaga kerja asing tidak lagi diatur dalam undang-undang tersendiri, namun sudah merupakan bagian dari kompilasi dalam UU Ketenagakerjaan yang baru.
  2. Dalam UUK, pengaturan Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) dimuat pada Bab VIII, Pasal 42 sampai dengan Pasal 49.

Pengaturan tersebut dimulai dari kewajiban pemberi kerja yang menggunakan TKA untuk memperoleh izin tertulis; memiliki rencana penggunaan TKA yang memuat alasan, jenis jabatan dan jangka waktu penggunaan TKA; kewajiban penunjukan tenaga kerja WNI sebagai pendamping TKA; hingga kewajiban memulangkan TKA ke negara asal setelah berakhirnya hubungan kerja.

  1. UUK menegaskan bahwa setiap pengusaha dilarang mempekerjakan orang-orang asing tanpa izin tertulis dari Menteri.
  2. Pengertian Tenaga Kerja Asing juga dipersempit yaitu warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah Indonesia.
  3. Di dalam ketentuan tersebut ditegaskan kembali bahwa setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk.

Untuk memberikan kesempatan kerja yang lebih luas kepada tenaga kerja Indonesia (TKI), pemerintah membatasi penggunaan tenaga kerja asing dan melakukan pengawasan. Dalam rangka itu, Pemerintah mengeluarkan sejumlah perangkat hukum mulai dari perizinan, jaminan perlindungan kesehatan sampai pada pengawasan.

Sejumlah peraturan yang diperintahkan oleh UUK antara lain : 1) Keputusan Menteri tentang Jabatan Tertentu dan Waktu Tertentu (Pasal 42 ayat (5)); 2) Keputusan Menteri tentang Tata Cata Pengesahan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (Pasal 43 ayat (4)); 3) Keputusan Menteri tentang Jabatan dan Standar Kompetensi (Pasal 44 ayat (2)); 4) Keputusan Menteri tentang Jabatan-jabatan Tertentu yang Dilarang di Jabat oleh Tenaga Kerja Asing (Pasal 46 ayat (2)); 5) Keputusan Menteri tentang Jabatan-jabatan Tertentu di Lembaga Pendidikan yang Dibebaskan dari Pembayaran Kompensasi (Pasal 47 ayat (3)).6) Peraturan Pemerintah tentang Besarnya Kompensasi dan Penggunaannya (Pasal 47 ayat 4).7) Keputusan Presiden tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing serta Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kerja Pendamping (Pasal 49).

Sejak UUK diundangkan pada tanggal 25 Maret 2003, telah dilahirkan beberapa peraturan pelaksana undang-undang tersebut, antara lain : 1) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 223/MEN/2003 Tentang Jabatan-jabatan di Lembaga Pendidikan yang Dikecualikan dari Kewajiban Membayar Kompensasi.2) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 67/MEN/IV/2004 tentang Pelaksanaan Program JAMSOSTEK bagi Tenaga Kerja Asing.3) Peraturan Menteri Nomor PER.02/MEN/III/2008 Tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing.

Selanjutnya dijelaskan bahwa untuk memenuhi kebutuhan pasar kerja nasional terutama dalam mengisi kekosongan keahlian dan kompetensi di bidang tertentu yang tidak dapat ter-cover oleh tenaga kerja Indonesia, maka tenaga kerja asing dapat dipekerjakan di Indonesia sepanjang dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu.

Mempekerjakan tenaga kerja asing dapat dilakukan oleh pihak manapun sesuai dengan ketentuan kecuali pemberi kerja orang perseorangan. Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki izin tertulis dari menteri atau pejabat yang ditunjuk kecuali terhadap perwakilan negara asing yang mempergunakan tenaga kerja asing sebagai pegawai diplomatik dan konsuler.

Ketentuan mengenai jabatan tertentu dan waktu tertentu bagi tenaga kerja asing ditetapkan dengan keputusan Menteri, yaitu Keputusan Menteri Nomor : KEP-173/MEN/2000 tentang Jangka Waktu Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang. Terhadap setiap pengajuan/rencana penggunaan tenaga kerja asing di Indonesia harus dibatasi baik dalam jumlah maupun bidang-bidang yang dapat diduduki oleh tenaga kerja asing.

Hal itu bertujuan agar kehadiran tenaga kerja asing di Indoesia bukanlah dianggap sebagai ancaman yang cukup serius bagi tenaga kerja Indonesia, justru kehadiran mereka sebagai pemicu bagi tenaga kerja Indonesia untuk lebih professional dan selalu menambah kemampuan dirinya agar dapat bersaing baik antara sesama tenaga kerja Indonesia maupun dengan tenaga kerja asing.

Oleh karenanya UUK, membatasi jabatan-jabatan yang dapat diduduki oleh tenaga kerja asing. Terhadap tenaga kerja asing dilarang menduduki jabatan yang mengurusi personalia dan/atau jabatan-jabatan tertentu yang selanjutnya diatur dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 223 Tahun 2003 tentang Jabatan-jabatan di Lembaga Pendidikan yang Dikecualikan dari Kewajiban Membayar Kompensasi.

Jabatan-jabatan yang dilarang ( closed list ) ini harus diperhatikan oleh si pemberi kerja sebelum mengajukan penggunaan tenaga kerja asing. Selain harus mentaati ketentuan tentang jabatan, juga harus memperhatikan standar kompetansi yang berlaku. Ketentuan tentang jabatan dan standar kompetensi didelegasikan ke dalam bentuk Keputusan Menteri.

  1. Namun dalam prakteknya, kewenangan delegatif maupun atributif ini belum menggunakan aturan yang sesuai dengan UUK.
  2. Ahadiran tenaga kerja asing dapat dikatakan sebagai salah satu pembawa devisa bagi negara dimana adanya pembayaran kompensasi atas setiap tenaga kerja asing yang dipekerjakan.
  3. Pembayaran kompensasi ini dikecualikan pada pemberi kerja tenaga kerja asing merupakan instansi pemerintah, perwakilan negara asing, badan-badan internasional, lembaga sosial, lembaga keagamaan, dan jabatan-jabatan tertentu di lembaga pendidikan,

Besanya dana kompensasi untuk tenaga kerja Indonesia di luar negeri sebesar US$15, sedangkan kompensasi untuk tenaga kerja asing di Indonesia sebesar US$100, Dalam rangka pelaksanaan Transfer of Knowledge dari tenaga kerja asing kepada tenaga kerja Indonesia, kepada pemberi kerja diwajibkan untuk mengadakan pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kerja pendamping (Pasal 49 UUK).

Mengenai hal ini diatur dengan Keputusan Presiden yang sampai saat ini belum ditetapkan.3. Peraturan Menteri Nomor PER.02/MEN/III/2008 Tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing Peraturan Menteri ini dikelurakan dalam rangka pelaksanaan Pasal 42 ayat (1) UUK. Dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Nomor PER.02/MEN/III/2008 Tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing ini maka beberapa peraturan sebelumnya terkait dengan pelaksanaan Pasal 42 ayat (1) UUK ini yakni : Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.228/MEN/2003 tentang Tata Cara Pengesahan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing; Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.20/MEN/III/2004 tentang Tata Cara Memperoleh Ijin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing; Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.21/MEN/III/2004 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing Sebagai Pemandu Nyanyi/Karaoke; Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.07/MEN/III/2006 tentang Penyederhanaan Prosedur Memperoleh Ijin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA); Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.15/MEN/IV/2006 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.07/MEN/III/2006 tentang Penyederhanaan Prosedur Memperoleh Ijin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA); Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.34/MEN/III/2006 tentang Ketentuan Pemberian Ijin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) Kepada Pengusaha Yang Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing Pada Jabatan Direksi atau Komisaris; dicabut dan dinyatakan tidak berlaku (Pasal 44).1)Tata Cara Permohonan Pengesahan RPTKA Selain harus memiliki izin mempekerjakan tenaga kerja asing, sebelumnya pemberi kerja harus memiliki Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) yang disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.

Pasal 3 menyebutkan bahwa “pemberi kerja yang akan mempekerjakan TKA harus memiliki RPTKA” yang digunakan sebagai dasar untuk mendapatkan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA). Untuk mendapatkan pengesahan RPTKA, pemberi kerja TKA harus mengajukan permohonan secara tertulis yang dilengkapi alasan penggunaan TKA dengan melampirkan :

formulir RPTKA yang sudah dilengkapi; surat ijin usaha dari instansi yang berwenang; akte pendirian sebagai badan hukum yang sudah disahkan oleh pejabat yang berwenang; keterangan domisili perusahaan dari pemerintah daerah setempat; bagan struktur organisasi perusahaan; surat penunjukan TKI sebagai pendamping TKA yang dipekerjakan; copy bukti wajib lapor ketenagakerjaan yang masih berlaku berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan di perusahaan; dan rekomendasi jabatan yang akan diduduki oleh TKA dari instansi tertentu apabila diperlukan.

Formulir RPTKA sebagaimana dimaksud pada huruf a memuat :

Identitas pemberi kerja TKA; Jabatan dan/atau kedudukan TKA dalam struktur bagan organisasi perusahaan yang bersangkutan; Besarnya upah TKA yang akan dibayarkan; Jumlah TKA; Lokasi kerja TKA; Jangka waktu penggunaan TKA; Penunjukan tenaga kerja warga negara Indonesia sebagai pendamping TKA yang dipekerjakan ; dan Rencana program pendidikan dan pelatihan tenaga kerja Indonesia.

2) Pengesahan RPTKA Dalam hal hasil penilaian kelayakan permohonan RPTKA telah sesuai prosedur yang ditetapkan, Dirjen atau Direktur harus menerbitkan keputusan pengesahan RPTKA. Penerbitan keputusan pengesahan RPTKA dilakukan oleh Dirjen untuk permohonan penggunaan TKA sebanyak 50 (lima puluh) orang atau lebih; serta Direktur untuk permohonan penggunaan TKA yang kurang dari 50 (lima puluh) orang.

Alasan penggunaan TKA; Jabatan dan/atau kedudukan TKA dalam struktur organisasi perusahaan yang bersangkutan; Besarnya upah TKA; Jumlah TKA; Lokasi kerja TKA; Jangka waktu penggunaan TKA; Jumlah TKI yang ditunjuk sebagai pendamping TKA ; dan Jumlah TKI yang dipekerjakan.

3) Perubahan RPTKA Pemberi kerja TKA dapat mengajukan permohonan perubahan RPTKA sebelum berakhirnya jangka waktu RPTKA. Perubahan RPTKA tersebut meliputi : a. penambahan, pengurangan jabatan beserta jumlah TKA; b. perubahan jabatan; dan/atau c. perubahan lokasi kerja.4) Persyaratan TKA Bagi Tenaga Kerja Asing yang dipekerjakan oleh pemberi kerja wajib memenuhi persyaratan yakni: memiliki pendidikan dan/atau pengalaman kerja sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun yang sesuai dengan jabatan yang akan didudukinya; bersedia membuat pernyataan untuk mengalihkan keahliannya kepada tenaga kerja warga negara Indonesia khususnya Tenaga Kerja Indonesia (TKI) pendamping; dan dapat berkomunikasi dalam Bahasa Indonesia.5) Perijinan Ijin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) diberikan oleh Direktur Pengadaan dan Penggunaan Tenaga Kerja Kementerian Tenaga kerja dan Transmigrasi kepada pemberi kerja tenaga kerja asing, dengan terlebih dahulu mengajukan permohonan untuk mendapatkan rekomendasi visa (TA-01) dengan melampirkan (Pasal 23) :

You might be interested:  What Is The Best Solar Security Light?

Copy Surat Keputusan Pengesahan RPTKA; Copy paspor TKA yang akan dipekerjakan; Daftar riwayat hidup TKA yang akan dipekerjakan; Copy ijasah dan/atau keterangan pengalaman kerja TKA yang akan dipekerjakan; Copy surat penunjukan tenaga kerja pendamping; dan Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 1 (satu) lembar.

Dalam hal Ditjen Imigrasi telah mengabulkan permohonan visa untuk dapat bekerja atas nama TKA yang bersangkutan dan menerbitkan surat pemberitahuan tentang persetujuan pemberian visa, maka pemberi kerja TKA mengajukan permohonan IMTA dengan melampirkan (Pasal 24):

copy draft perjanjian kerja; bukti pembayaran dana kompensasi penggunaan TKA melalui Bank yang ditunjuk oleh Menteri; copy polis asuransi; copy surat pemberitahuan tentang persetujuan pemberian visa; dan foto berwarna ukuran 4×6 sebanyak 2 (dua) lembar,

6) Perpanjangan IMTA Mengenai perpanjangan Ijin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) diatur dalam Pasal 27 dan Pasal 28. IMTA dapat diperpanjang paling lama 1 (satu) tahun, bila masa berlaku IMTA belum berakhir. Oleh karena itu permohonan perpanjangan IMTA selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sebelum jangka waktu berlakunya IMTA berakhir.

Copy IMTA yang masih berlaku; Bukti pembayaran dana kompensasi penggunaan TKA melalui Bank yang ditunjuk oleh Menteri; Copy polis asuransi; Pelatihan kepada TKI pendamping; Copy keputusan RPTKA yang masih berlaku; dan Foto berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar.

Perpanjangan IMTA diterbitkan oleh :

Direktur untuk TKA yang lokasi kerjanya lebih dari 1 (satu) wilayah propinsi; Gubernur atau pejabat yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di provinsi untuk TKA yang lokasi kerjanya lintas Kabupaten/Kota dalam 1 (satu) provinsi; Bupati/Walikota atau pejabat yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di Kabupaten/Kota untuk TKA yang lokasi kerjanya dalam 1 (satu) wilayah Kabupaten/Kota;

7) IMTA Untuk Pekerjaan Darurat Pekerjaan yang bersifat darurat atau pekerjaan-pekerjaan yang apabila tidak ditangani secara langsung mengakibatkan kerugian fatal bagi masyarakat umum dan jangka waktunya tidak lebih dari 30 (tiga puluh) hari, yang mana jenis pekerjaan mendesak itu ditetapkan oleh instansi pemerintah yang membidangi sektor usaha yang bersangkutan.

Rekomendasi dari instansi pemerintah yang berwenang; Copy polis asuransi; Fotocopy paspor TKA yang bersangkutan; Pasfoto TKA ukuran 4 x 6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar; Bukti pembayaran dana kompensasi penggunaan TKA melalui bank yang ditunjuk oleh Menteri; dan Bukti ijin keimigrasian yang masih berlaku.

8) IMTA Untuk Kawasan Ekonomi Khusus Untuk memperoleh IMTA bagi TKA yang bekerja di kawasan ekonomi khusus, pemberi kerja TKA harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Pejabat yang ditunjuk di kawasan ekonomi khusus. Tata cara memperoleh IMTA di kawasan ekonomi khusus mengikuti ketentuan dalam poin 5 (lima).9) IMTA Untuk Pemegang Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP) Pemberi kerja yang akan mempekerjakan TKA pemegang ijin tinggal tetap wajib mengajukan permohonan kepada Direktur dengan melampirkan :

Copy RPTKA yang masih berlaku; Copy izin tinggal tetap yang masih berlaku; Daftar riwayat hidup TKA yang akan dipekerjakan; Copy ijasah atau pengalaman kerja; Bukti pembayaran dana kompensasi penggunaan TKA melalui Bank yang ditunjuk oleh Menteri; Copy polis asuransi; dan Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar.

10) IMTA Untuk Pemandu Nyanyi/Karaoke Pemberi kerja yang akan mempekerjakan TKA sebagai pemandu nyanyi/karaoke wajib memiliki ijin tertulis dari Direktur. Jangka waktu penggunaan TKA sebagai pemandu nyanyi/karaoke diberikan paling lama 6 (enam) bulan dan tidak dapat diperpanjang. Untuk menjapatkan ijin pemberi kerja TKA harus mengajukan permohonan IMTA dengan melampirkan :

Copy ijin tempat usaha yang memiliki fasilitas karaoke; RPTKA yang telas disahkan oleh direktur; Bukti pembayaran dana kompensasi penggunaan TKA melalui Bank yang ditunjuk oleh Menteri; Copy polis asuransi; dan Perjanjian kerja TKA dengan pemberi kerja.

11) Alih Status Pemberi kerja TKA instansi pemerintah atau lembaga pemerintah atau badan internasional yang akan memindahkan TKA yang dipekerjakannya ke instansi pemerintah atau lembaga pemerintah atau badan internasional lainnya harus mengajukan permohonan rekomendasi alih status kepada Direktur.

Rekomendasi disampaikan kepada Direktur Jenderal Imigrasi untuk perubahan KITAS/KITAP yang digunakan sebagai dasar perubahan IMTA atau penerbitan IMTA baru.12) Perubahan Nama Pemberi Kerja Dalam hal pemberi kerja TKA berganti nama, pemberi kerja harus mengajukan permohonan perubahan RPTKA kepada Direktur Penyediaan dan Penggunaan Tenaga Kerja Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Setelah RPTKA disetujui, Direktur Penyediaan dan penggunaan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi menerbitkan rekomendasi kepada Direktur Jenderal Imigrasi untuk mengubah KITAS/KITAP sebagai dasar perubahan IMTA, dengan terlebih dahulu menyampaikan permohonan dengan melampirkan :

Copy RPTKA yang masih berlaku; Copy KITAS/KITAP yang masih berlaku; Copy IMTA yang masih berlaku; Copy bukti perubahan nama perusahaan yang telah disahkan oleh instansi yang berwenang.

13) Perubahan lokasi Kerja Dalam hal pemberi kerja melakukan perubahan lokasi kerja TKA, pemberi kerja wajib mengajukan permohonan perubahan lokasi kerja TKA kepada Direktur Penyediaan dan Penggunaan tenaga Kerja Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dengan melampirkan copy RPTKA dan IMTA yang masih berlaku.14) Pelaporan Pemberi kerja TKA wajib melaporkan penggunaan TKA dan pendamping TKA di perusahaan secara periodik 6 (enam) bulan sekali kepada Direktur atau Gubernur atau Bupati/Walikota dengan tembusan kepada Dirjen.

Direktur atau Gubernur atau Bupati/Walikota melaporkan IMTA yang diterbitkan secara periodik setiap 3 (tiga) bulan kepada Menteri dengan tembusan kepada Dirjen.15) Pengawasan Pengawasan terhadap pemberi kerja yang mempekerjakan TKA dilakukan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan 16) Pencabutan Ijin Dalam hal pemberi kerja mempekerjakan TKA tidak sesuai dengan IMTA, Direktur atau Gubernur atau Bupati/Walikota berwenang mencabut IMTA.C.

IMPLEMENTASI Sejak amandemen UUD 1945, asas otonomi daerah mendapatkan posisinya dalam Pasal 18 tentang pemerintah daerah dan dikembangkannya sistem pemerintahan yang desentralistis melalui Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Lima hal pokok yang menjadi kewenangan Pusat Menyusul diberlakukannya otonomi daerah ini adalah luar negeri, pertahanan dan keamanan, moneter, kehakiman, dan fiskal. Masalah ketenagakerjaan pun menjadi lingkup kewenangan pemerintah daerah, dengan menempatkannya dalam struktur organisasi dan tata kerja dalam struktur “dinas”.

Berdasarkan Peraturan Menteri Nomor PER.02/MEN/III/2008 Tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing, pengajuan mempergunakan tenaga kerja asing untuk pertama kalinya diajukan kepada Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, selanjutnya untuk perpanjangan diajukan dan diberikan oleh Direktur atau Gubernur/Walikota.

Kondisi ini telah melahirkan masalah baru di daerah. Sebagai contoh kasus yang terjadi di Kota Batam, Sebelum diberlakukannya UUK, Pemerintah Daerah melalui seksi penempatan kerja dan tenaga kerja asing memiliki tugas dan wewenang dalam proses pemberian izin tenaga kerja asing di Kota Batam. Akan tetapi setelah diberlakukannya UUK, tugas dan kewenangan seksi tereliminir.

Para pengusaha yang akan mempekerjakan tenaga kerja asing pun harus menyeberang pulau menenuju Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi di Jakarta. Tentu saja dengan mekanisme baru ini membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Apa lagi birokrasi di Kementerian kita masih dinilai negatif; urusan yang mudah justru dipersulit.

Erumitan yang dipandang oleh para pengusaha yang akan meminta izin mempekerjakan tenaga kerja asing ini menjadi sorotan terutama bagi kementerian yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan untuk dapat meningkatkan kinerjanya dalam memberikan pelayanan khususnya pemberian izin mempekerjakan tenaga kerja asing,

Selanjutnya Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi menerbitkan Surat Keputusan Nomor B.388/MEN/TKDN/VI/2005 tanggal 21 Juli 2005 yang telah disosialisasikan oleh Dinas Tenaga Kerja Kota Batam. SK ini pun mendapat tanggapan keras dari kalangan pengusaha di Batam untuk dapat meninjau kembali tentang pengesahan RPTKA.

Keberatan lain yang menjadi point penting adalah biaya yang cukup besar untuk mengurus pengajuan dan izin penggunaan tenaga kerja asing. Pengurusan izin penempatan tenaga kerja asing juga muncul sehubungan dengan pendapatan asli daerah (PAD) karena di dalam kaitannya dengan dana kompensasi di Provinsi Jawa Timur terdapat sedikitnya 1400 tenaga kerja asing yang tersebar di wilayah Kabupaten/Kota,

Berkaitan dengan keberadaan tenaga kerja asing tersebut maka Pemerintah Provinsi Jawa Timur membuat Perda Nomor 2 Tahun 2002 tentang Izin Kerja Perpanjangan Sementara dan Mendesak Bagi tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang; yang substansinya memberikan pembebanan kepada pengguna tenaga kerja asing di Jawa Timur untuk membayar dana kompensasi kepada pemerintah daerah provinsi dan hasil dana kompensasi tersebut dibagi secara proporsional kepada setiap Kabupaten/Kota yang terdapat di wilayah Provinsi Jawa Timur.

Contoh lain terdapat di Kabupaten Bekasi yang sebagian ruang wilayah diperuntukkan bagi kawasan industri, maka dengan didirikannya berbagai perusahaan industri, dampaknya terdapat tenaga kerja asing yang bekerja di perusahaan-perusahaan industri di wilayah Bekasi. Di Kabupaten Bekasi sedikitnya terdapat 1500 tenaga kerja asing, dari jumlah tersebut sebagian besar tenaga kerja asing tersebut berasal dari Korea dan Jepang,

Terkait TKA di Kabupaten Bekasi diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2001 tentang Hak dan Kewajiban Tenaga Kerja Asing, salah satu substansi pengaturannya berkaitan dengan kewajiban sertiap warga negara asing yang bekerja di wilayah Kabupaten Bekasi untuk menyetor uang sebesar US$100 per bulan kepada Pemerintah Kabupaten Bekasi.

Secara ekonomis ketentuan tersebut menghasilkan dana untuk pemerintah Kabupaten, karena dimasukkan ke dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Bekasi dan secara tidak langsung Mekanisme tersebut dapat dikategorikan sebagai bentuk dari pengawasan tidak langsung, karena setiap bulan akan diketahui berapa jumlah tenaga kerja asing yang ada di Kabupaten Bekasi.

Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah dana yang Disetor setiap bulan dari para pengusaha kawasan industri di Kabupaten bekasi ke Kas Pemda Bekasi. Namun demikian menurut Pemda Bekasi keberadaan tenaga kerja asing di Bekasi belum memberikan keuntungan bagi pembangunan di wilayahnya, Salah satu alasannya pemasukan pajak tenaga kerja asing sebesar Rp 23 milyar wajib disetor ke Pemerintah Pusat, karena berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Tahun 2005 dana tersebut merupakan pendapatan non pajak dan hak pemerintah pusat.

  • BPK mengatakan dana tersebut bersumber dari dana pengembangan ketrampilan kerja (DPKK), padahal dana tersebut merupakan uang hasil pungutan dari seluruh tenaga kerja asing yang bekerja di wilayah Bekasi.
  • Perda Nomor 19 Tahun 2001 mempertimbangkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, Dalam undang-undang tersebut disebutkan daerah memiliki kewenangan mengatur keberadaan tenaga kerja asing demi pembangunan daerah, hal ini berarti pungutan yang berasal dari tenaga kerja asing seharusnya juga menjadi sumber pendapatan asli daerah.

Sedangkan pemerintah Pusat melalui Kementerian Keuangan menyatakan pungutan terhadap tenaga kerja asing sebagai pendapatan non pajak Kementerian Keuangan menyatakan pungutan tersebut harus di setor kepada Pemerintah Pusat. Dengan demikian terjadi perbedaan pemahaman antara Pusat dan Daerah soal tenaga kerja asing yang dapat menimbulkan permasalahan dan ketidakpastian hukum.

Penelitian pelengkapan persyaratan perizinan (IKTA); Analisis jabatan yang akan diisi oleh tenaga kerja asing Pengecekan kesesuaian jabatan dengan Positif List tenbaga kerja asing yang akan dikeluarkan oleh DEPNAKER; Pemberian perpanjangan izin (Perpanjangan IMTA); Pemantauan pelaksanaan kerja tenaga kerja asing; dan Pemberian rekomendasi IMTA.

Terkait permohonan IKTA dalam rangka penenaman modal asing, didasarkan pada Keputusan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi Nomor KEP-105/MEN/1977 tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian Izin Kerja Bagi tenaga Kerja Asing yang akan bekerja dalam rangka Koordinasi penanaman modal, diatur bahwa IKTA dikeluarkan oleh Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Namun berdasarkan Kepmenaker Nomor KEP-03/MEN/1990 bahwa permohonan IKTA yang diajukan oleh pemohon yang merupakan perusahaan dalam rangka PMA dan PMDN, disampaikan kepada Ketua BKPM (Pasal 9 ayat 2). Kemudian Ketua BKPM atas nama Menteri Tenaga Kerja mengeluarkan IKTA dengan tembusan disampaikan kepada instansi teknis (Pasal 10 ayat 2 dan 3).

Selanjutnya pengaturan secara teknis tentang tata cara permohonan penyelesaian IKTA bagi perusahaan dalam rangka PMA dan PMDN, wajib menyesuaikan dan mengikuti ketentuan dalam Kepmenaker Nomor KEP-416/MEN/1990 (Pasal 21). Namun berdasarkan Kepmenaker Nomor KEP-169/MEN/2000 tentang Pencabutan Kepmenaker Nomor KEP-105/MEN/1977 Tentang pelimpahan Wewenang Pemberian Izin Kerja bagi Tenaga Kerja Asing yang akan bekerja dalam rangka Koordinasi Penanaman Modal dan Kepmenaker Nomor KEP-105/MEN/1985 tentang Penunjukan Ketua BKPM untuk mensahkan (RPTKA) dalam rangka penanaman modal, mencabut wewenang pemberian izin kerja (IKTA) oleh Ketua BKPM dalam rangka penanaman modal (sejak tanggal 1 Juli 2000).

ketentuan mengenai tenaga kerja asing di Indonesia dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, tidak diatur lagi dalam suatu peraturan perundang-undangan tersendiri seperti dalam Undang-Undang Nomor 3 tahun 1958 tentang penempatan tenaga kerja asing, tetapi merupakan bagian dari kompilasi dalam UUK yang baru tersebut. Ketentuan mengenai penggunaan tenaga kerja asing dimuat pada Bab VIII Pasal 42 sampai dengan Pasal 49. Namun demikian untuk dapat melaksanakan undang-undang yang baru masih banyak kendala terutama dalam menggalakkan investasi karena sejumlah peraturan yang melengkapi kelancaran program penggunaan tenaga kerja asing belum siap, sejauh ini baru Peraturan Menteri Nomor PER.02/MEN/III/2008 Tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing yang sudah ada disamping 3 Permenaker yang lain untuk mengisi kekosongan hukum dengan belum terbitnya peraturan-peraturan yang diperlukan maka peraturan yang lama sementara masih diberlakukan. Penempatan tenaga kerja asing dapat dilakukan setelah pengajuan rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) disetujui oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dengan mengeluarkan izin penggunaan tenaga kerja asing. Untuk dapat bekerja di Indonesia, tenaga kerja asing tersebut harus mempunyai izin tinggal terbatas (KITAS) yang terlebih dahulu harus mempunyai visa untuk bekerja di Indonesia atas nama tenaga kerja asing yang bersangkutan untuk dikeluarkan izinnya oleh Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM. Tenaga ahli yang didatangkan dari luar negeri oleh perusahaan pemerintah/swasta hendaknya benar-benar tenaga ahli yang terampil sehingga dapat membatu proses pembangunan ekonomi dan teknologi di Indonesia. Untuk itu proses alih teknologinya kepada TKI baik dalam jalur menajerial maupun profesionalnya harus mendapat pengawasan yang ketat dengan memberikan sertifikasi kepada tenaga ahli tersebut.

DAFTAR PUSTAKA Laporan, “Survey Nasional Tenaga Kerja Asing di Indonesia”, Bank Indonesia, Tahun 2009. Laporan Akhir Penelitian: Permasalahan Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, BPHN, Tahun 2005. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1995 Tentang Penggunaan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang (TKWNAP) Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.01.HT.04.02 Tahun 1997 Penggunaan Ahli Hukum Warga Negara Asing oleh Kantor Konsultan Hukum Indonesia Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigarasi Nomor 223 Tahun 2003 Tentang Jabatan-jabatan di Lembaga Pendidikan yang Dikecualikan dari Kewajiban Membayar Kompensasi.

Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor M.09-Pr.07.10 Tahun 2007 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Departemen Hukum dan HAM RI Peraturan Menteri Nomor PER.02/MEN/III/2008 Tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing Kompas.com, Dilema Indonesia dalam ACFTA, diakses tanggal 11 Mei 2011 http://www.tempointeraktif.com, diakses tanggal 22 Mei 2011.

  1. Eputusan Menteri yang diprakarsai Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi ini merupakan implementasi UUK.
  2. Namun pelaksanaan undang-undang oleh Keputusan Menteri tidak sesuai dengan hierarki peraturan perundang-undangan sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Pasal 3 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigarasi Nomor 223 Tahun 2003 Tentang Jabatan-jabatan di Lembaga Pendidikan yang Dikecualikan dari Kewajiban Membayar Kompensasi. Peraturan Menteri Nomor PER.02/MEN/III/2008 Tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing Untuk tercapainya alih teknologi dan alih keahlian dari tenaga kerja asing ke tenaga kerja warga negara Indonesia, maka diadakan pendidikan dan pelatihan kerja bagi tenaga kerja Indonesia sesuai dengan kualifikasi jabatan yang diduduki oleh tenaga kerja asing kecuali bagi tenaga kerja asing yang menduduki jabatan direksi dan/atau komisaris.

Untuk tercapainya alih teknologi dan alih keahlian dari tenaga kerja asing ke tenaga kerja warga negara Indonesia, maka diadakan pendidikan dan pelatihan kerja bagi tenaga kerja Indonesia sesuai dengan kualifikasi jabatan yang diduduki oleh tenaga kerja asing kecuali bagi tenaga kerja asing yang menduduki jabatan direksi dan/atau komisaris.

Apabila permohonan telah memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur harus menerbitkan rekomendasi (TA-01) dan menyampaikan kepada Direktur Lalu Lintas Keimigrasian (Lantaskim), Direktorat Jenderal Imigrasi dalam waktu selambat-lambatnya pada hari berikutnya dengan ditembuskan kepada pemberi kerja TKA (Pasal 23 ayat (2)) Dalam hal persyaratan telah dipenuhi, Direktur menerbitkan IMTA selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja (Pasal 24 ayat (2)) Laporan Akhir Penelitian: Permasalahan Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, BPHN, Tahun 2005.

Dari negara manakah tenaga kerja asing terbesar di Indonesia?

Jumlah Tenaga Kerja Asing di Indonesia Menurut Negara (2021)

A Font Kecil A Font Sedang A Font Besar

Isu tenaga kerja asing (TKA) asal dari Tiongkok di Indonesia mencapai jutaan sering muncul di media sosial. Meskipun TKA asal Negeri Tirai Bambu yang bekerja di Indonesia memang terbanyak, tapi jumlahnya tidak mencapai jutaan. Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan jumlah TKA asal Tiongkok yang bekerja di Indonesia sebanyak 42,82 ribu pekerja per Juni 2022.

Jumlah tersebut porsinya mencapai 44,34% dari total TKA yang bekerja di Tanah Air. Jumlah tersebut juga merupakan yang terbesar dibandingkan dengan TKA asal negara lainnya. TKA di Indonesia terbesar berikutnya berasal dari Jepang, yakni sebanyak 10,1 ribu pekerja (10,99%). Diikuti Korea Selatan sebanyak 9,26 ribu pekerja (9,59%), India sebanyak 6,2 ribu pekerja (6,42%), Filipina sebanyak 4,67 ribu pekerja (4,84%).

Kemudian dari Malaysia sebanyak 3,81 ribu pekerja (3,94%), Amerika Serikat sebanyak 2,12 ribu pekerja (2,19%), Taiwan sebanyak 2,03 ribu pekerja (2,1%), Inggris sebanya 1,85 ribu pekerja (1,92%), Australia sebanyak 1,7 ribu pekerja (1,77%), serta dari negara-negaral lainnya sebanyak 11,5 ribu pekerja (11,91%).

You might be interested:  Ciri-Ciri Planet Yang Ada Di Tata Surya?

Konsultan: 21.631 pekerja Direksi: 054 pekerja Komisaris: 701 pekerja Manager: 20.480 pekerja Profesional: 44.708 pekerja

(Baca: Jumlah Tenaga Kerja Asing di Indonesia Turun Selama Pandemi Covid-19 )

Apakah TKA bisa rangkap jabatan?

Syarat Penggunaan TKA – Apa saja? – Dalam hal ini dari sudut pandang Pemberi Kerja TKA. Sesuai Bab I Pasal 1 ayat 2, Pemberi Kerja TKA adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia atau badan lainnya yang mempekerjakan TKA dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

  • Setiap Pemberi Kerja TKA wajib mengutamakan penggunaan tenaga kerja Indonesia pada semua jenis jabatan yang tersedia.
  • Dalam hal jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum dapat diduduki oleh tenaga kerja Indonesia, jabatan tersebut dapat diduduki oleh TKA.
  • Penggunaan TKA sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan memperhatikan kondisi pasar kerja dalam negeri.

Pada Bab II Bagian Kesatu Umum Pasal 4

  • TKA hanya dapat dipekerjakan oleh Pemberi Kerja TKA dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu, serta memiliki kompetensi sesuai dengan jabatan yang akan diduduki.
  • Jabatan tertentu yang dapat diduduki oleh TKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri setelah mendapat masukan darikementerian/lembaga terkait.

Pada Bab II Bagian Kesatu Umum Pasal 5

  • Pemberi Kerja TKA dapat mempekerjakan TKA yang sedang dipekerjakan oleh Pemberi Kerja TKA lain untuk jabatan yang sama sebagai: a. direksi atau komisaris; atau b. TKA pada sektor pendidikan vokasi dan pelatihan vokasi, sektor ekonomi digital, dan sektor migas bagi kontraktor kontrak kerja sama.
  • Dalam hal Pemberi Kerja TKA akan mempekerjakan TKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1), TKA tersebut harus mendapatkan persetujuan dari Pemberi Kerja TKA pertama.
  • TKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipekerjakan paling lama sampai dengan berakhirnya jangka waktu sebagaimana tercantum dalam Pengesahan RPTKA Pemberi Kerja TKA pertama.
  • Jabatan tertentu pada sektor pendidikan vokasi dan pelatihan vokasi, sektor ekonomi digital, dan sektor migas bagi kontraktor kontrak kerja sama yang dapat dirangkap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan oleh Menteri setelah mendapat masukan dari kementerian/lembaga terkait.

Kewajiban

Pada Bagian Kedua tentang Kewajiban, yakni

Pasal 6

  • Setiap Pemberi Kerja TKA yang mempekerjakan TKA wajib memiliki RPTKA yang disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
  • Dalam hal Pemberi Kerja TKA akan mempekerjakan TKA yang sedang dipekerjakan oleh Pemberi Kerja TKA lain, masing-masing Pemberi Kerja TKA wajib memiliki Pengesahan RPTKA.
  • Pemberi Kerja TKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib mempekerjakan TKA sesuai dengan Pengesahan RPTKA.

Pada Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 tentang RPTKA, ayat:

Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing yang selanjutnya disingkat RPTKA adalah rencana penggunaan TKA pada jabatan tertentu dan jangka waktu tertentu.5. Pengesahan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing yang selanjutnya disebut Pengesahan RPTKA adalah persetujuan penggunaan TKA yang disahkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan atau pejabat yang ditunjuk.

Pada Bagian Kedua tentang Kewajiban, yakni

Pasal 7

  • Pemberi Kerja TKA wajib: a. menunjuk tenaga kerja warga negara Indonesia sebagai Tenaga Kerja Pendamping TKA yang 3/28 dipekerjakan untuk alih teknologi dan alih keahlian dari TKA; b. melaksanakan pendidikan dan pelatihan kerja bagi Tenaga Kerja Pendamping TKA sebagaimana dimaksud pada huruf a sesuai dengan kualifikasi jabatan yang diduduki oleh TKA; dan c. memulangkan TKA ke negara asalnya setelah perjanjian kerjanya berakhir.
  • Selain kewajiban Pemberi Kerja TKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemberi Kerja TKA wajib memfasilitasi pendidikan dan pelatihan bahasa Indonesia kepada TKA.
  • Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan ayat (2) tidak berlaku bagi: a. direksi dan komisaris; b. kepala kantor perwakilan; c. pembina, pengurus, dan pengawas yayasan; dan d. TKA yang dipekerjakan untuk pekerjaan bersifat sementara.

Pada Bagian Kedua tentang Kewajiban, yakni

Pasal 8

  • Pemberi Kerja TKA wajib mendaftarkan TKA dalam program jaminan sosial nasional bagi TKA yang bekerja lebih dari 6 (enam) bulan atau program asuransi pada perusahaan asuransi bagi TKA yang bekerja kurang dari 6 (enam) bulan.
  • Program asuransi bagi TKA yang bekerja kurang dari 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit menjamin pelindungan untuk jenis risiko kecelakaan kerja.

Larangan

Pada Bagian Ketiga tentang Larangan, diatur dalam pasal:

Pasal 9 Pemberi kerja orang perseorangan dilarang mempekerjakan TKA. Pasal 10 Pemberi Kerja TKA dilarang mempekerjakan TKA rangkap jabatan dalam perusahaan yang sama. Pasal 11

  • Pemberi Kerja TKA dilarang mempekerjakan TKA pada jabatan yang mengurusi personalia.
  • Jabatan yang mengurusi personalia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh menteri setelah mendapat masukan dari kementerian/lembaga terkait.

Sumber: 1. Kementerian Ketenagakerjaan RI 2. Hukum Online

Apakah orang asing bisa menjadi direktur utama?

WNA di Indonesia dapat Menjadi Direktur Perusahaan? Benarkah? WNA di Indonesia dapat Menjadi Direktur Perusahaan? Benarkah? Globalisasi yang mendorong mobilitas penduduk dunia memberikan dampak yang positif maupun negatif dalam kehidupan bangsa dan negara.

  1. Salah satu dampak dari globalisasi ini ialah tenaga kerja asing (TKA) yang mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan nasional.
  2. Mempekerjakan TKA di Indonesia tidak dapat dihindarkan.
  3. Selain untuk mendukung pelaksanaan pembangunan nasional, tenaga kerja juga mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan.

Mencakup pengembangan sumber daya manusia (SDM), peningkatan produktivitas, dan daya saing tenaga kerja Indonesia, upaya perluasan kesempatan kerja, pelayanan penempatan tenaga kerja dan pembinaan hubungan industrial. Persoalan mengenai TKA juga sempat ramai dibicarakan kembali setelah mendapat tempat yang diatur dalam UU Cipta Kerja (UUCK).

  • TKA Tidak Bebas Masuk
  • Sebenarnya TKA yang masuk ke Indonesia tidak serta merta dapat dengan bebas di Indonesia, terdapat beberapa syarat dan peraturan yang harus di penuhi terlebih dahulu.
  • Di dalam Bab IV mengenao ketenagakerjaan Pasal 89 UUCK menjelaskan mengenai perubahan terhadap Pasal 42 ayat 1, 3, 5 UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Tenaker) menjelaskan bahwa:
  • Setiap pemberi kerja yang memperkejakan TKA wajib memiliki rencana penggunaan TKA yang disahkan oleh pemerintah pusat,
  • TKA dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu, juga memiliki kompetensi yang sesuai dengan jabatan yang dipegang.
  • TKA dilarang menduduki jabatan yang mengurusi personalia.

Perlu diketahui juga, bahwa terdapat kategori sektor jabatan tertentu yang dapat diduduki oleh TKA, yang diatur di dalam Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 228 Tahun 2019 tentang Jabatan Tertentu yang Dapat Diduduki oleh Tenaga Kerja Asing (Kepmenaker 228/2019) yang dibagi menjadi:

  1. Konstruksi
  2. Real Estate
  3. Pendidikan
  4. Industri Pengolahan
  5. Pengelolaan Air, Air Limbah, Daur Ulang Sampah dan Aktivitas Remediasi
  6. Pengangkutan dan Pergudangan
  7. Kesenian, Hiburan dan Rekreasi
  8. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
  9. Pertanian, Kehutanan dan Perikanan
  10. Penyewaan dan Sewa Guna Usaha, Ketenagakerjaan, Agen Perjalanan dan Penunjang Usaha Lainnya
  11. Aktivitas Keuangan dan Asuransi
  12. Aktivitas Kesehatan Manusia dan Aktivitas Sosial
  13. Informasi dan Telekomunikasi
  14. Pertambangan dan Penggalian
  15. Pengadaan Listrik, Gas, Uap/Air Panas dan Udara Dingin
  16. Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor
  17. Aktivitas Jasa Lainnya
  18. Aktivitas Profesional, Ilmiah dan Teknis

Selain mengenai sektor yang dapat diduduki oleh TKA, dapat juga dilihat di dalam Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 349 Tahun 2019 tentang Jabatan Tertentu yang Dilarang Diduduki Tenaga Kerja Asing (Kepmenaker 349/2019), dimana Kepmenaker tersebut secara spesifik menyebutkan jabatan-jabatan yang tidak boleh diduduki oleh TKA, yaitu:

  1. Direktur Personalia ( Personnel Director );
  2. Manajer Hubungan Industrial ( Industrial Relation Manager );
  3. Manajer Personalia ( Human Resource Manager );
  4. Supervisor Pengembangan Personalia ( Personnel Development Supervisor );
  5. Supervisor Perekrutan Personalia ( Personnel Recruitment Supervisor );
  6. Supervisor Penempatan Personalia ( Personnel Placement Supervisor );
  7. Supervisor Pembinaan Karir Pegawai ( Employee Career Development Supervisor );
  8. Penata Usaha Personalia ( Personnel Declare Administrator );
  9. Ahli Pengembangan Personalia dan Karir ( Personnel and Careers Specialist );
  10. Spesialis Personalia ( Personnel Specialist );
  11. Penasihat Karir ( Career Advisor );
  12. Penasihat Tenaga Kerja ( Job Advisor );
  13. Pembimbing dan Konseling Jabatan ( Job Advisor and Counseling );
  14. Perantara Tenaga Kerja ( Employee Mediator );
  15. Pengadministrasi Pelatihan Pegawai ( Job Training Administrator );
  16. Pewawancara Pegawai ( Job Interviewer );
  17. Analis Jabatan ( Job Analyst );
  18. Penyelenggara Keselamatan Kerja Pegawai ( Occupational Safety Specialist ).

TKA Boleh Menjadi Direktur Perusahaan TKA boleh menduduki jabatan sebagai direktur. Namun harus kembali mengacu kepada UUCK dan Kepmenaker 349/2019, yang menyebutkan bahwa TKA tidak boleh menduduki jabatan mengenai personalia, seperti direktur personalia dan jabatan-jabatan direktur lainnya yang berhubungan dengan Kepmenaker 349/2019.

  1. Kepmenaker 228/2019 juga menyebutkan bahwa Jabatan Komisaris atau Direktur yang tidak mengurus mengenai personalia diizinkan untuk diduduki oleh TKA, selama tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  2. Selain itu, untuk sektor perusahaan dalam bidang pertambangan dan penggalian, sesuai dengan Kepmenaker 228/2019 dituliskan bahwa jabatan Direktur Utama dapat diduduki oleh TKA namun harus memenuhi kualifikasi pendidikan minimal sarjana dan pengalaman kerja minimal 15 tahun.
  3. Dengan demikian, benar, TKA boleh menjadi direktur di dalam suatu perusahaan selama memenuhi syarat, peraturan, seta kualifikasi yang diatur di dalam undang-undang dan tentunya wajib memiliki izin dari menteri dan juga pejabat yang ditunjuk, dimana hal ini sesuai dengan yang di tulis di dalam Kepmenaker 228/2019.
  4. _
  5. SUMBER
  6. Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 228 Tahun 2019 tentang Jabatan Tertentu yang Dapat Diduduki oleh Tenaga Kerja Asing (Kepmenaker 228/2019)
  7. Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 349 Tahun 2019 tentang Jabatan Tertentu yang Dilarang Diduduki Tenaga Kerja Asing (Kepmenaker 349/2019)
  8. Undang-Undang No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja

Hugo Vidhitasmoro.2017. “Penggunaan Tenaga Kerja Asing oleh Perseroan Terbatas Penanaman Modal Asing yang Berinvestasi di Indonesia”. Jogjakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Ida Hanifah.2021. “Peluang Tenaga Kerja Asing Untuk Bekerja di Indonesia Berdasarkan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja”.

De Lega Lata: Jurnal Ilmu Hukum, Vol.6 No.1. Kinta Ayunindya dan Lulun Khairunnisa, Bolehkah TKA menjabat sebagai Direktur Utama dalam Perusahaan?, Diakses pada tanggal 18 Mei 2021,, Tri Jata Ayu, Bolehkah TKA Menjabat Sebagai Presiden Direktur?, Diakses pada tanggal 18 Mei 2021,, Tri Jata Ayu, Ketentuan Masa Kerja WNA di Indonesia, Diakses pada tanggal 18 Mei 2021,,

: WNA di Indonesia dapat Menjadi Direktur Perusahaan? Benarkah?

TKA di Indonesia kerja apa?

Jumlah Tenaga Kerja Asing di Indonesia Menurut Jabatan (Mei 2022)

  • A Font Kecil
  • A Font Sedang
  • A Font Besar

Kementerian Ketenagakerjaan mencatat tenaga kerja asing (TKA) yang bekerja di Indonesia sebanyak 96,57 ribu pekerja pada Mei 2022. Dari jumlah tersebut, ada 44,71 ribu TKA (46,29%) yang bekerja di Indonesia sebagai profesional. Porsi ini merupakan yang terbesar dibandingkan dengan level lainnya.

  • Terdapat pula 21,63 ribu TKA (22,4%) yang bekerja sebagai konsultan/advisor.
  • Sebanyak 20,48 ribu TKA (21,21%) bekerja sebagai manager, ada 9,05 ribu TKA (9,38%) sebagai direksi, serta terdapat 701 TKA (0,73%) yang menjabat sebagai komisaris.
  • Berdasarkan jenis usaha tempat TKA bekerja, terdapat 49,43 ribu TKA (51,18%) bekerja di sektor jasa.

Ada pula 44,8 ribu TKA (46,39%) berkerja di sektor industri dan sebanyak 2,35 ribu TKA (2,43%) bekerja di sektor pertanian dan maritim. Berikut ini 10 Negara Asal TKA Terbesar per Mei 2022:

  1. Tiongkok: 42.822 pekerja
  2. Jepang: 10.610 pekerja
  3. Korea Selatan: 9.264 pekerja
  4. India: 6.201 pekerja
  5. Filipina: 4.672 pekerja
  6. Malaysia: 3.801 pekerja
  7. Amerika Serikat: 2.118 pekerja
  8. Taiwan: 2.025 pekerja
  9. Inggris: 1.854 pekerja
  10. Australia: 1.707 pekerja

(Baca: Berapa Jumlah Tenaga Kerja Asing Tiongkok di Indonesia? )

Apa saja syarat TKA dapat dipekerjakan di Indonesia?

Persyaratan Tenaga Kerja Asing (TKA) – Selanjutnya, untuk mendapatkan izin ini, TKA harus memenuhi beberapa persyaratan sesuai dengan Permenaker No.10/2018, di antaranya:

  1. Mempunyai pendidikan yang sesuai dengan syarat jabatan yang akan diduduki oleh TKA.
  2. Mempunyai sertifikat kompetensi atau pengalaman kerja sesuai dengan jabatan yang akan diduduki TKA paling kurang 5 (lima) tahun.
  3. Membuat surat pernyataan wajib mengalihkan keahliannya kepada TKI pendamping yang dibuktikan dengan laporan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan.
  4. Mempunyai NPWP bagi TKA yang sudah bekerja lebih dari 6 (enam) bulan. Bagi Anda yang belum mempunyai NPWP, ini dia cara membuat NPWP,
  5. Mempunyai bukti polis asuransi pada asuransi yang berbadan hukum Indonesia.
  6. Kepesertaan Jaminan Sosial Nasional bagi TKA yang bekerja lebih dari waktu 6 (enam) bulan.

Catatan untuk ketentuan poin 1, 2 dan 3 tidak berlaku untuk jabatan anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris atau anggota Pembina, anggota Pengurus, dan anggota Pengawas. Selain itu, sesuai dengan PP No.34/2021, saat Pemberi Kerja TKA menyampaikan data secara online, data calon TKA harus memuat paling sedikit:

  1. identitas TKA;
  2. jabatan TKA dan jangka waktu bekerja TKA;
  3. lokasi kerja TKA;
  4. penetapan kode dan lokasi domisili TKA;

Jabatan Yang Dapat Diduduki Oleh Tenaga Kerja Asing Pada Kategori Industri

Apa dasar penggunaan tenaga kerja Asing TKA di Indonesia?

Dasar filosofi penggunaan TKA diperlukan dalam rangka peningkatan investasi, ekspor, alih teknologi dan alih keahlian kepada Tenaga Kerja Warga Negara Indonesia (TKI), serta perluasan kesempatan kerja. Oleh karena itu, sesuai dengan UU Cipta Kerja No.11/2020 Kluster Ketenagakerjaan pada Pasal 45 ayat (1) ditegaskan bahwa dalam mempekerjakan TKA, pemberi kerja wajib menunjuk TKI sebagai pendamping TKA dan melaksanakan diklat untuk alih teknologi dan alih keahlian dari TKA ke TKI pendamping.

Benarkah pekerja asing bebas menjadi pekerja kasar di Indonesia?

Benarkah pekerja asing boleh menjadi pekerja kasar di Indonesia? Tidak benar! Pekerja asing hanya boleh menduduki jabatan-jabatan tertentu yang terbatas dan bersifat skilled, paling rendah adalah engineer atau teknisi.

Kelebihan dan keuntungan apa yang didapat jika menggunakan tenaga kerja asing di Indonesia?

Dampak Tenaga Kerja Asing yang Masuk ke Indonesia – Berbicara dampak dari tenaga kerja asing bisa dilihat dari masih banyaknya jumlah pengangguran di tanah air, apalagi dengan isu membanjirnya tenaga kerja asing yang datang ke Indonesia tentu sangat memprihatinkan.

  1. Di Indonesia, saat ini hampir 7 juta jiwa masih berstatus pengangguran, belum termasuk para pekerja di sektor informal yang secara ekonomi sangat rentan terjerumus.
  2. Arus investasi dibutuhkan karena menjadi salah satu prioritas untuk memperkuat perekonomian nasional sekaligus untuk membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat.

Namun, ketika kepentingan menarik investasi kemudian diikuti dengan terbukanya kesempatan bagi tenaga kerja asing, maka bisa dipahami jika banyak masyarakat yang resah. Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing yang diberlakukan mulai 29 Maret 2018 adalah kebijakan politik pemerintah yang dikhawatirkan berdampak kontraproduktif.

Siapa yang harus melakukan pengawasan terhadap para tenaga kerja asing di Indonesia?

Pembangunan nasional merupakan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakatnya. Dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional tersebut, tenaga kerja merupakan salah satu unsur penunjang yang mempunyai peran yang sangat penting bagi keberhasilan pembangunan.

Dalam hal ini kebijaksanaan ketenagakerjaan dalam program pembangunan selalu diusahakan pada terciptanya kesempatan kerja sebanyak mungkin diberbagi bidang usaha dengan peningkatan mutu dan peningkatan perlindungan terhadap tenaga kerja yang bersifat menyeluruh pada semua sektor. Tantangan pembangunan nasional berkaitan dengan ketenagakerjaan bertambah dengan hadirnya perdangangan bebas dan globalisasi industri, kehadiran pekerja asing adalah suatu kebutuhan serta tantangan yang tidak dapat dihindari.

Kehadiran mereka merupakan suatu kebutuhan karena Indonesia masih membutuhkan tenaga-tenaga ahli asing dalam pengembangan sumber daya manusia diberbagai sektor ekonomi di Indonesia. Masalah ketenagakerjaan di masa datang akan terus berkembang semakin kompleks sehingga memerlukan penanganan yang lebih serius.

  1. Pada masa perkembangan tersebut pergeseran nilai dan tata kehidupan akan banyak terjadi.
  2. Pergeseran dimaksud tidak jarang melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  3. Menghadapi pergeseran nilai dan tata kehidupan para pelaku industri dan perdagangan, pengawasan ketenagakerjaan dituntut untuk mampu mengambil langkah-langkah antisipatif serta mampu menampung segala perkembangan yang terjadi.

Oleh karena itu penyempurnaan terhadap sistem pengawasan ketenagakerjaaan harus terus dilakukan agar peraturan perundang-undangan dapat dilaksanakan secara efektif oleh para pelaku industri dan perdagangan. Dengan demikian pengawasan ketenagakerjaan sebagai suatu sistem mengemban misi dan fungsi agar peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan dapat ditegakkan.

  1. Penerapan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan juga dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban bagi pengusaha dan pekerja/buruh sehingga kelangsungan usaha dan ketenangan kerja dalam rangka meningkatkan produktivitas kerja dan kesejahteraan tenaga kerja dapat terjamin.
  2. Pembangunan ketenagakerjaan harus diatur sedemikian rupa sehingga terpenuhi hak-hak dan perlindungan yang mendasar bagi tenaga kerja dan pekerja / buruh serta pada saat yang bersamaan dapat mewujudkan kondisi yang kondusif bagi pengembangan dunia usaha.

Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi dan keterkaitan. Keterkaitan itu tidak hanya dengan kepentingan tenaga kerja selama, sebelum, dan sesudah masa kerja tetapi juga keterkaitan dengan kepentingan pengusaha, pemerintah, dan masyarakat.

Untuk itu diperlukan pengaturan yang menyeluruh dan konprehensif, antara lain mencakup pengembangan sumber daya manusia, peningkatan produktivitas dan daya saing tenaga kerja Indonesia, upaya perluasan kesempatan kerja, pelayanan penempatan tenaga kerja, dan pembinaan hubungan industrial. Pembinaan hubungan industrial sebagai bagian dari pembangunan ketenagakerjaan harus diarahkan untuk terus mewujudkan hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan.

Untuk itu, pengakuan dan penghargaan terhadap hak asasi manusia sebagaimana yang dituangkan dalam TAP MPR No. XVII/MPR/1998 harus diwujudkan. Dalam bidang ketenagakerjaan ketetapan MPR ini merupakan tonggak utama dalam menegakkan demokrasi di tempat kerja.

  1. Penegakan demokrasi di tempat kerja diharapkan dapat mendorong partisipasi yang optimal dari seluruh tenaga kerja dan pekerja/buruh Indonesia untuk membangun Negara Indonesia yang dicita citakan.
  2. Beberapa peraturan perundang-undangan tentang ketenagakerjaan yang ada saat ini, belum memberikan gambaran secara jelas mengenai pengawasan ketenagakerjaan terhadap tenaga kerja asing yang bekerja di wilayah Indonesia, di bidang ketenagakerjaan internasional, pembahasan mengenai pengawasan ketenagakerjaan masih dalam sektor perindustrian dan perdagangan sebagaimana terdapat dalam konferensi ketenagakerjaan Internasional ketiga puluh tanggal 11 Juli 1994 di Jenewa, Swiss, telah menyetujui ILO convention ILO No.81 concerning labour inspection in industry and commerce (Konvensi ILO Nomor 81 mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan dalam Industri dan Perdagangan).

Negara Kesatuan Republik Indonesia perlu meratifikasi ILO Convention No.81 Concerning Labour Inspection in Industry and Commerce (Konvensi ILO Nomor 81 mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan Dalam Industri dan Perdagangan) sehingga pengawasan ketenagakerjaan dapat dilaksanakan secara lebih efektif sesuai standar ILO.

Konvensi ILO Nomor 81 Tahun 1947 mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan dalam Industri dan Perdagangan meminta semua negara anggota ILO untuk melaksanakan sistem pengawasan ketenagakerjaan di tempat kerja. Agar sistem Pengawasan Ketenagakerjaan dalam Industri dan Perdagangan mempunyai pengaturanyang sesuai dengan standar Internasional sehingga dirasa perlu untuk mengesahkan Konvensi ILO Nomor 81.

Alasan Indonesia mengesahkan konvensi ini :

Pengawasan ketenagakerjaan merupakan suatu sistem yang sangat penting dalam penegakan atau penerapan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan. Penegakan atau penerapan peraturan perundang undangan merupakan upaya untuk menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban bagi pengusaha dan pekerja/ buruh. Keseimbangan tersebut diperlukan untuk menjaga kelangsungan usaha dan ketenangan kerja yang pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas kerja dan kesejahteraan tenaga kerja. Agar peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan dapat dilaksanakan dengan baik maka diperlukan pengawasan ketenagakerjaan yang independen dan kebijakan yang sentralistik. Selama ini pengawasan ketenagakerjaan diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 dari Republik Indonesia untuk seluruh Indonesia dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Kedua Undang-Undang tersebut secara eksplisit belum mengatur mengenai kemandirian profesi Pengawas Ketenagakerjaan serta supervisi tingkat pusat sebagaimana dinyatakan dalam ketentuan Pasal 4 dan Pasal 6 Konvensi ILO Nomor 81. Dengan meratifikasi Konvensi ILO Nomor 81 memperkuat pengaturan pengawasan ketenagakerjaan yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia dan sebagai anggota ILO mempunyai kewajiban moral untuk melaksanakan ketentuan yang bersifat Internasional termasuk standar ketenagakerjaan Internasional. Memasuki era liberalisasi pasar kerja babas, mobilitas tenaga kerja antar negara cenderung meningkat ditandai dengan adanya ” request ” dan ” offer ” dari negara anggota WTO kepada Indonesia yang meminta Indonesia, membuka kesempatan terhadap tenaga kerja profesional asing untuk dapat bekerja di Indonesia.

Kebijakan ketenagakerjaan termasuk kebijakan penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) dalam menyikapi pada perubahan multi dimensional tersebut harus tetap mengarah pada prinsip selektivitas dan satu pintu ( one gate policy ), sehingga kepentingan perlindungan kesempatan kerja bagi tenaga kerja Indonesia dapat terlaksana tanpa mengurangi prinsip globalisasi dan pelaksanaan otonomi daerah.

Dengan bergulirnya otonomi daerah, banyak daerah Kabupaten yang peraturan daerahnya (perda) yang mengatur ketenagakerjaan khususnya penggunaan TKA tidak sejalan dengan peraturan perundangan-undangan yang lebih tinggi. Kondisi demikian tidak menguntungkan bagi kepentingan iklim investasi keamanan pasar kerja dan keamanan negara dalam negeri.

  1. Fungsi lembaga keimigrasian dalam hal pengawasan terhadap keberadaan orang asing khususnya tenaga kerja asing menjadi sangat penting.
  2. Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 3 Tahun 1990, yang berwenang melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan tentang pemberian izin mempekerjakan tenaga kerja warga negara asing pendatang adalah Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan Departemen Tenaga Kerja, sebagaimana tercantum dalam Pasal 21 peraturan ini.

Perundang-undangan untuk melindungi buruh/ tenaga kerja hanya akan mempunyai arti, bila pelaksanaannya diawasi oleh suatu ahli, yang harus mengunjungi tempat kerja pada waktu-waktu tertentu, untuk dapat menjalankan tiga tugas yang pokok, yaitu :

Melihat dengan jalan memeriksa dan menyelidiki sendiri apakah ketentuan-ketentuan dalam perundang-undangan dilaksanakan dan jika tidak demikian halnya, mengambil tindakan-tindakan yang wajar untuk menjamin pelaksanaannya itu. Membantu baik buruh maupun pimpinan perusahaan dengan jalan memberi penjelasan-penjelasan teknis dan nasehat yang mereka perlukan agar mereka menyelami apakah yang dimintakan oleh peraturan dan bagaimanakah melaksanakannya. Menyelidiki keadaan perburuhan dan mengumpulkan bahan yang diperlukan untuk penyusunan perundang-undangan perburuhan dan penetapan kebijaksanaan Pemerintah.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 2 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga kerja Asing, Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 angka (4), menyebutkan bahwa Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing merupakan persyaratan untuk mendapatkan izin kerja (IKTA).

  • Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing yang selanjutnya disingkat RPTKA, adalah rencana penggunaan TKA pada jabatan tertentu yang dibuat oleh pemberi kerja TKA untuk jangka waktu tertentu yang disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
  • Ehadiran tenaga kerja asing (TKA) juga merupakan tantangan tersendiri karena kehadiran mereka menjadikan peluang kerja menjadi semakin kompetitif.

Diperlukan kerja keras serta kebijakan pemerintah yang dapat memberikan kesempatan bagi pekerja dalam negeri untuk bersaing dengan pekerja asing di Indonesia. Perkembangannya tenaga kerja asing mengalami perubahan sesuai zamannya. Hal ini dapat ditinjau dari aspek hukum ketenagakerjaan pada dasarnya adalah untuk menjamin dan memberi kesempatan kerja yang layak bagi warga Negara Indonesia di berbagai sektor usaha.

Pekerja asing yang bekerja terikat dan tunduk terhadap segala ketentuan ketenagakerjaan di Indonesia. Pemerintah juga memberlakukan ketentuan-ketentuan khusus bagi pekerja asing baik pada proses awal penggunaan tenaga kerja asing, penempatan tenaga kerja asing atau hak dan kewajiban tertentu yang berbeda dengan pekerja lokal.

Tenaga kerja asing yang bekerja harus melalui mekanisme dan prosedur yang ketat dimulai dengan seleksi dan prosedur pelaksnaan hingga pengawasan. Masalah tenaga kerja asing untuk pertama kali diatur dalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1958 Tentang Penempatan Tenaga Kerja Asing di Indonesia mengalami perubahan dengan berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor.13 Tahun 2003 Tentang Tenaga Kerja.

Berdasarkan Bab VIII Pasal 42 sampai Pasal 49 Undang- Undang Nomor.13 Tahun 2003 Tentang Tenaga Kerja menjadi dasar dalam hal penempatan di Indonesia saat ini ditambah berbagai peraturan pelaksana. Pasal 42 ayat 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 menyatakan bahwa tenaga kerja asing dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu.

Hal tersebut berarti bahwa keberadaan tenaga kerja asing di Indonesia hanya dapat untuk sementara saja dan untuk posisi tertentu saja. Pengaturan ketenagakerjaan Indonesia memberi ketentuan dasar dalam penempatan tenaga kerja asing (TKA) di Indonesia, beberapa yang penting adalah:

Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk, kecuali bagi perwakilan Negara asing yang mempergunakan tenaga kerja asing sebagai pegawai diplomatik dan konsuler tidak wajib memiliki izin. Pemberi kerja orang perseorangan dilarang memperkerjakan tenaga kerja asing. Tenaga kerja asing dapat dipekerjakan di Indonesia hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu. Pemberi kerja yang menggunakan tenaga kerja asing harus memiliki rencana penggunaan tenaga kerja asing yang disahkan oleh Menteri.

Untuk mendapatakan izin penggunaan tenaga kerja asing (TKA), perusahaan pengguna harus membuat lebih dulu membuat Rencana Pengunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA), hal ini diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 220 Tahun 2003 tentang Tata Cara Pengesahan Rencana Pengunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA).

Rencana Pengunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) menjadi dasar untuk memperoleh izin menggunakan tenaga kerja asing (TKA), izin memperkerjakan tenaga kerja asing (IMTA) diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 20 Tahun 2004 tentang tata cara izin memperkerjakan tenaga kerja asing (IMTA) dan disesuaikan lagi dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor.

PER02/MEN/III/2008 tentang tata cara pengunaan tenaga kerja asing. Menurut peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER/02/MEN/III/2008 tentang tata cara penggunaan tenaga kerja asing dalam Bab VIII pasal 22 Ayat (1) izin memperkerjakan tenaga kerja asing (IMTA) diberikan oleh direktur pengendalian pengunaan tenaga kerja asing dan dalam ayat (2) izin memperkerjakan tenaga kerja asing (IMTA) dalam hal perpanjangan diberikan oleh Direktur atau Gubernur atau Bupati/Walikota, melalui Dinas Tenaga Kerja.

Tenaga Kerja Asing (TKA) yang bekerja di Provinsi Lampung banyak yang tinggal di Kabupaten Sukamara dan yang menggunakan tenaga kerja asing tersebut tentunya sudah memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh pemerintah, sehingga dapat bekerja diperusahaan yang mengajukan izin penggunaan tenaga kerja asing di Indonesia khususnya di Kabupaten Sukamara.

Izin memperkerjakan tenaga kerja asing (IMTA) dalam hal perpanjangan diberikan oleh direktur atau gubernur atau bupati/walikota, melalui dinas tenaga kerja, maka dalam hal ini dinas tenaga kerja Kabupaten Sukamara mempunyai tugas dalam hal perpanjangan dan tentunya tentang pengawasan tenaga kerja asing yang bekerja selama ini di Kabupaten Sukamara.

Pengawasan adalah unsur penting dalam penggunaan tenaga kerja, baik tenaga kerja asing maupun tenaga kerja lokal sebagai upaya penegakan hukum ketenagakerjaan secara menyeluruh, baik terhadap instansi ketengakerjaan selaku penyelenggara pengawasan dan perusahaan yang menyertai tenaga kerjanya dimulai dari awal penggunaan tenaga kerja tersebut.

Pengawasan ketenagakerjaan dilakukan untuk mengawasi ditaatinya peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan, yang secara operasional dilakukan oleh pengawai pengawas ketenagakerjaan Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per.03/Men/1984 tentang Pengawasan Ketenagakerjaan Terpadu, pelaksanaan pengawasan bertujuan:

Mengawasi pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan. Memberi penerangan teknis serta nasehat kepada pengusaha atau pengurus dan atau tenaga kerja tentang hal-hal yang dapat menjamin pelaksanaan efektif daripada Peraturan Perundang-undangan Ketenagakerjaan tentang hubungan kerja dan keadaan ketenagakerjaan dalam arti yang luas. Mengumpulkan bahan-bahan keterangan guna pembentukan dan penyempurnaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan yang baru.

Peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan pada dasarnya mengatur berbagai norma yang mencakup norma pelatihan, norma penempatan, norma kerja, norma keselamatan dan kesehatan kerja, dan norma hubungan kerja. Sementara itu dari seluruh norma ketenagakerjaan tersebut diberlakukan bagi objek pengawasan ketenagakerjaan yang meliputi antara lain perusahaan, pekerja, mesin, peralatan, pesawat, bahan instalasi dan lingkungan kerja.

  • Penggunaan istilah hukum ketenagakerjaan mesih sering diperdebatkan dengan istilah lain yang juga tetap dipertahankan yaitu hukum perburuhan dan hukum tenaga kerja.
  • Dalam penggunaan istilah di atas masing-masing memiliki alasan pembenarannya.
  • Pihak yang menggunakan istilah ketenagakerjaan mendasarkan pada ketentuan pasal 1 angka 1 undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan sebagai suatu peraturan yang baru, cakupan pengertian dalam ketentuan ini meliputi hal-hal yang relevan dengan pengaturan yang hendak dibahas yakni segala hal yang berkaitan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja.

Sedangkan hukum perburuhan merupakan istilah lama yang digunakan sebelum keluarnya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Dalam konteks hukum positif Indonesia istilah hukum ketenagakerjaan sebenarnya lebih tepat digunakan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur.

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 Tentang Pengawasan Perburuhan; Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 Tentang Pengesahan Konvensi ILO Nomor 81 Tahun 1947 Mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan Dalam Industri Dan Perdagangan (Di Undangkan Pada Tanggal 25 Juli 2003); Fungsi Sistem Pengawasan Ketenagakerjaan (Pasal 3 Konvensi Nomor 81 Tahun 1947); Menjamin penegakan ketentuan hukum mengenai kondisi kerja dan perlindungan pekerja saat melaksanakan pekerjaannya, seperti ketentuan yang berkaitan dengan jam kerja, pengupahan, keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan, penggunaan pekerja / buruh anak dan orang muda serta masalah-masalah lain yang terkait, sepanjang ketentuan tersebut dapat ditegakkan oleh pengawas ketenagakerjaan; Memberikan keterangan teknis dan nasehat kepada pengusaha dan pekerja / buruh mengenai cara yang paling efektif untuk mentaati ketentuan hukum; Memberitahukan kepada pihak yang berwenang mengenai terjadinya penyimpangan atau penyalahgunaan yang secara khusus tidak diatur dalam ketentuan hukum yang berlaku; Tugas lain yang dapat menjadi tanggung jawab pengawas ketenagakerjaan tidak boleh menghalangi pelaksanaan tugas pokok pengawas atau mengurangi kewenangannya dan ketidakberpihakannya yang diperlukan bagi pengawas dalam berhubungan dengan pengusaha dan pekerja/buruh Pengendalian Pengawasan; Sejauh praktik-praktik administrasi anggota memungkinkan, pengawasan ketenagakerjaan harus berada di bawah pengawasan dan kendali pemerintah pusat. (pasal 4 konvensi Nomor 81 Tahun 1947); Tujuan Pengawasan Ketenagakerjaan (Pasal 1 (1) UU Nomor 3 Tahun 1951); Mengawasi berlakunya undang-undang dan peraturan-peraturan perburuhan pada khususnya; Mengumpulkan bahan bahan keterangan tentang soal-soal hubungan kerja dan keadaan perburuhan dalam arti yang seluas-luasnya guna membuat undang-undang dan peraturan-peraturan perburuhan; Menjalankan pekerjaan lain-lainnya yang diserahkan kepadanya dengan undang-undang atau peraturan-peraturan lainnya. Pelaporan. Menteri yang diserahi urusan perburuhan mengadakan laporan tahunan tentang pekerjaan pengawasan perburuhan. (Pasal 1 (2) UU Nomor 3 Tahun 1951); Kantor pengawasan pusat harus menerbitkan laporan umum tahunan mengenai pengawasan yang berada di bawah wewenangnya. Salinan laporan tahunan harus disampaikan kepada direktur jenderal kantor perburuhan internasional dalam waktu yang sesuai setelah penerbitan laporan itu dan selambat-lambatnya dalam jangka waktu tiga bulan. (Pasal 20 konvensi Nomor 81 Tahun 1947). Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Pengawasan ketenagakerjaan dilakukan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan yang mempunyai kompetensi dan independen guna menjamin pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan. (pasal 176). Pegawai pengawas ditetapkan oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk. (pasal 177). Pengawasan ketenagakerjaan dilaksanakan oleh unit kerja tersendiri pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. (pasal 178). Unit kerja pengawasan ketenagakerjaan pada pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten / kota wajib menyampaikan laporan pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan kepada menteri (pasal 179). Hak dan Wewenang Pegawai Pengawas (Pasal 2 (2) dan 3 UU Nomor 3 Tahun 1951).

Pelaksanaan Pengawasan Ketenagakerjaan Salah satu unsur yang harus ikut berperan di dalam meningkatkan kesejahteraan, keselamatan dan kesehatan tenaga kerja adalah unsur pengawasan ketenagakerjaan. Sebagai penegak hukum di bidang ketenagakerjaan unsur pengawasan ini harus bertindak sebagai pendeteksi dini dilapangan, sehingga diharapkan segala gejolak yang akan timbul dapat dideteksi secara awal yang pada gilirannya dapat memberikan atau dapat diciptakan suasana yang aman, stabil dan mantap dibidang ketenagakerjaan yang dengan demikian dapat memberikan andil dalam pembangunan nasional, sehingga pertumbuhan ekonomi dalam PELITA dapat berkembang sesuai dengan yang diharapkan.

Pengawasan Ketenagakerjaan diarahkan kepada usaha preventif dan edukatif, namun demikian tindakan represif baik yang yustisial maupun non yustisial akan dilaksanakan secara tegas terhadap perusahaan-perusahaan yang secara sengaja melanggar ataupun telah berkali-kali diperingatkan akan tetapi tidak melaksanakan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan. Unit dan aparat pengawasan diharapkan lebih peka dan cepat bertindak terhadap masalah-masalah yang timbul dan mungkin timbul dilapangan, sehingga masalah tidak meluas atau dapat diselesaikan dengan tuntas (tidak berlarut-larut). Aparat pengawasan dalam melaksanakan tugas dan fungsi pengawasan diharuskan turun langsung ke lapangan untuk melihat permasalahan secara langsung, sehingga dapat di jamin objektivitasnya. Pemanfaatan aparat pengawas secara optimal sehingga dapat menjangkau obyek pengawasan seluas mungkin khususnya pada sektor-sektor yang di anggap rawan dan strategis.

Ruang lingkup tugas-tugas pengawasan ketenagakerjaan ini adalah:

Melaksanakan pembinaan dan pengawasan atas pelaksanaan peraturan perundang-undangan mengenai norma perlindungan tenaga kerja. Melaksanakan pembinaan dalam usaha penyempurnaan norma kerja dan pengawasannya. Melaksanakan pembinaan dan pengawasan yang menyangkut perlindungan tenaga kerja wanita, anak dan orang muda. Melaksanakan usaha-usaha pembentukan, penerapan dan pengawasan norma dibidang kecelakaan kerja.

Hal ini sesuai dengan pasal 16 UU NO 14 Tahun 1967 yang berbunyi: “Guna menjamin pelaksanaan pengaturan ketenagakerjaan serta peraturan-peraturan pelaksanaan diadakan suatu sistem pengawasan tenaga kerja” Sedangkan fungsi pengawasan ketenagakerjaan ini adalah :

Mengawasi pelaksanaan Undang-undang atau ketentuan-ketentuan hukum dibidang perburuhan atau ketenagakerjaan. Memberi penerangan teknis serta nasehat kepada pengusaha dan tenaga kerja tentang hal-hal yang dapat menjamin pelaksanaan efektif dari peraturan-peraturan ketenagakerjaan. Melaporkan kepada yang berwenang kecurangan dan penyelewengan dalam bidang ketenagakerjaan yang tidak jelas di atur dalam peraturan perundang-undangan.

Adapun yang melaksanakan tugas-tugas serta fungsi pengawasan dibidang ketenagakerjaan ini disebut “pegawai pengawas” yaitu pengawas teknis berkeahlian khusus dari Departemen Tenaga Kerja ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja (pasal 1 UU NO.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.) Pegawai-pegawai pengawas serta pegawai-pegawai pembangunan yang mengikutinya dalam melakukan kewajibannya berhak memasuki semua tempat– tempat dimana dijalankan atau biasa dijalankan pekerjaan atau dapat disangka bahwa disitu jalankan pekerjaan dan juga segala rumah yang disewakan atau dipergunakan oleh majikan/pengusaha atau wakilnya untuk perumahan atau perawatan tenaga kerja.

  1. Jika pegawai-pegawai tersebut ditolak untuk memasuki tempat-tempat termaksud diatas maka mereka dapat meminta bantuan kepada polisi.
  2. Pengusaha atau pengurus-pengurus perusahaan serta semua tenaga kerja yang bekerja pada perusahaan itu wajib memberi semua keterangan-keterangan yang sejelas–jelasnya dan yang sebenarnya yang diminta oleh pengawai pengawas baik dengan lisan maupun dengan tertulis mengenai hubungan-hubungan kerja dan keadaan ketenagakerjaan pada umumnya di dalam perusahaan itu pada waktu itu dan pada waktu yang lampau.

Pegawai-pegawai pengawas di dalam menjalankan tugasnya diwajibkan berhubungan dengan organisasi serikat pekerja atau tenaga kerja yang bersangkutan. Atas permintaan pegawai tersebut maka pengusaha (pimpinan perusahaan) atau wakilnya wajib menunjuk seorang pengantar untuk memberi keterangan-keterangan pada waktu diadakan pemeriksaan.

Pegawai-pegawai pengawas serta pegawai-pengawai pembantu tersebut maka pengusaha (pimpinan perusahaan) atau wakilnya wajib menunjuk seorang pengantar untuk memberi keterangan-keterangan pada waktu diadakan pemeriksaan. Pegawai-pegawai pengawas serta pegawai-pengawai pembantu tersebut diluar jabatannya wajib merahasiakan segala keterangan tentang rahasia-rahasia di dalam suatu tempat perusahaan yang diketahuinya berhubung dengan jabatannya.

Terhadap pegawai pengawas atau pegawai pembantu yang dengan sengaja membuka rahasia yang dipercayakan kepadanya dikenakan sanksi hukuman berupa hukuman penjara selama-lamanya 6 (enam) bulan dengan tidak atau dipecat dari hak memangku jabatannya. Penulis : Drs.