Potensi Pembangkit Listrik Tenaga Bayu Yang Terbesar Berada Di Provinsi?

PLTB Sidrap: Pertama, Terbesar, Ramah Lingkungan | Indonesia Baik – Indonesia hebat! Ya, untuk pertama kalinya dalam sejarah, Indonesia memiliki (PLTB) di Sidrap, Kabupaten Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan. Bahkan tidak tanggung-tanggung, PLTB ini merupakan yang pertama sekaligus yang terbesar di kawasan Asian Tenggara ().

  1. Presiden Joko Widodo meresmikan PLTB Sidrap yang berkapasitas 75 Mega Watt (MW) pada 2 Juli 2018.
  2. Perlu diketahui bahwa PLTB Sidrap merupakan komitmen pemerintah mewujudkan bauran energi primer Energi Baru dan Terbarukan (EBT) sebesar 23% pada tahun 2025.
  3. Menurut Presiden Jokowi, PLTB Sidrap dibangun sejak Agustus 2015 dan telah mulai beroperasi pada awal 2018.

PLTB Sidrap total memiliki 30 menara baja kincir angin raksasa yang masing-masing tingginya mencapai 80 meter dengan panjang baling-baling 57 meter. Adapun kapasitas setiap turbin menghasilkan energi listrik sebesar 2,5 MW. Nantinya akan lebih dari 70 ribu pelanggan listrik dengan daya 900 VA yang dilayani oleh PLTB Sidrap.

Di mana letak pembangkit listrik tenaga bayu?

Indonesia telah menargetkan bauran energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23 persen pada 2025. Salah satu pulau dengan potensi EBT besar adalah Sulawesi, dengan keberadaan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB), Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU), Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan PLTA Pemprov Sulawesi Selatan terus mendorong pengembangan EBT di wilayahnya, terutama PLTB. Meski bauran EBT di Sulawesi, khususnya di Sulsel telah mencapai target pemerintah sebesar 23 persen dari total penggunaan listrik. Setelah PLTB Sidrap yang merupakan pembangkit listrik tenaga angin pertama di Indonesia dan PLTB Tolo di Kabupaten Jeneponto, ada potensi EBT tenaga angin di perbatasan Kabupaten Soppeng, Kabupaten Takalar dan Kabupaten Kepulauan Selayar Produksi listrik dari PLTB bergantung kondisi angin, yang mengikuti pola dua musim di Indonesia yaitu musim angin kecil saat musim hujan dan musim angin besar saat kemarau.

Energi Baru Terbarukan (EBT) sebagai sumber energi ramah lingkungan kini telah banyak dikembangkan berbagai negara, termasuk Indonesia yang menargetkan bauran EBT mencapai 23 persen pada 2025. Ada dua pembangkit listrik EBT bertenaga angin di Indonesia ada di Sulawesi Selatan (Sulsel), yakni Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Sidrap di Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap) dan PLTB Tolo di Kabupaten Jeneponto.

  • Selain memasok listrik kepada masyarakat, kehadiran dua PLTB itu menciptakan lingkungan bersih tanpa polusi karena tanpa emisi BBM.
  • Namanya energi ramah lingkungan, itu kita harus dukung, karena ke depan kita ingin ciptakan langit biru,” ungkap Gubernur Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah, pada pertengahan Agustus 2020.

Selain PLTB, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel sendiri mendukung pengembangan EBT dengan keberadaan Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) di Kabupaten Wajo, PLTA di Bakaru dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di beberapa wilayah Sulsel.

  • Pemprov Sulsel komitmen membuka peluang dan terus mendorong para investor mengembangkan EBT karena tanpa polusi sehingga udara lebih sehat.
  • Saya sangat mengapresiasi jika energi terbarukan ini bisa kita kembangkan.
  • Ita berharap bisa memanfaatkan energi terbarukan, supaya tidak menambah kerumitan lingkungan kita.

Meski beberapa smelter telah bersifat electrical, artinya tingkat pencemaran itu sangat rendah, apalagi didukung dengan energi terbarukan,” urai Gubernur Sulsel. Pulau Sulawesi dinilai memiliki kekayaan energi yang sangat berpotensi untuk dikembangkan sebagai EBT, seperti wilayah Sulawesi Selatan kaya energi angin dan wilayah Manado Sulawesi Utara kaya energi surya.

Senior Manager Operasi Sistem Unit Induk Pembangkitan dan Penyaluran Perusahaan Listrik Negara (PLN), Nurdin Pabi mengemukakan ada beberapa titik wilayah Indonesia yang sangat kaya dengan energi angin, yakni di bagian Selatan Sulawesi, bagian timur Indonesia (Tual) dan beberapa wilayah di Pulau Jawa.

“Tahun 2038, rencananya posisi energi terbarukan akan meningkat menjadi 28 persen dan energi batu bara akan diturunkan. Porsi dari energi terbarukan di Sulawesi khususnya di Sulsel akan semakin meningkat,” sebutnya. Berkah angin yang diberikan Tuhan di tanah tandus Kabupaten Jeneponto mampu menghasilkan angin konstan dengan kecepatan angin di atas 10 m/s.

  • Sementara daerah lain seperti Barru, Sidrap dan Parepare potensi anginnya mendekati 7,8 m/s.
  • Sistem kelistrikan Sulawesi Selatan melalui PLTB di dua lokasi yakni Sidrap dan Jeneponto memiliki daya mampu sebesar 130 MW, terdiri dari PLTB Sidrap 70 MW dan PLTB Tolo 60 MW.
  • Daya sebesar itu mampu menerangi 130.000 pelanggan rumah tangga dengan asumsi produksi PLTB Sidrap 70 MW menerangi 70.000 rumah dan PLTB Tolo untuk 60.000 rumah, hanya saja listrik dari PLTB sangat ditentukan oleh kondisi angin.

Kehadiran PLTB Sidrap sebagai pembangkit listrik tenaga angin pertama di Indonesia dengan 30 turbin kincirnya turut memberi sumbangsih besar terhadap bauran energi terbarukan di Sulawesi Selatan. Baca juga: Melihat Pembangkit Listrik Angin di Sidrap, Berikut Foto-Fotonya Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Sidrap I. Dok: Kementerian ESDM Capai Target Nasional PT UPC Sidrap Bayu Energi yang merupakan perusahaan SPV bentukan konsorsium UPC Renewables sebagai pengembang PLTB Sidrap telah memproduksi listrik dengan total 554.689 GW sejak beroperasi pada Agustus 2018 hingga 11 Agustus 2020.

“Tahun 2019 itu bahkan terjadi surplus yang hanya menargetkan produksi listrik sebanyak 240.000 GW sedangkan capaiannya hingga 250.002 GW,” ungkap Kepala Cabang UPC Sidrap Bayu Energi, Hamiruddin. Pada rinciannya, produksi listrik PLTB Sidrap di tiga tahun ini yaitu tahun 2018 menghasilkan 187.981 GW, tahun 2019 sebanyak 250,002 GW dan tahun 2020 hingga 11 Agustus 2020 telah diproduksi 116.706 GW dari target produksi 231.141 GW.

Berdasarkan produksi listrik yang dihasilkan tahun 2020, tampak tren produksi listrik mengalami sedikit penurunan sehingga target yang ditetapkan juga menurun yakni 231.141 GW. “Karena soal angin itu bukan kita yang pastikan, kita sekarang sudah di angka 116 GW dan target kita 231 GW, jadi tersisa 115 GW lagi untuk mencapai target produksi listrik PLTB Sidrap tahun 2020 ini,” katanya. Presiden Joko Widodo saat meresmikan PLTB Sidrap 2 Juli 2018. Dok: Wantannas RI Ditentukan Angin Hasil produksi listrik PLTB tentu bergantung pada angin, termasuk pada pola dua musim di Indonesia ikut menentukan produksi PLTB di Sidrap. Musim di Kabupaten Sidrap secara umum terlihat nyata dengan kategori musim angin kecil dan musim angin besar.

Musim angin kecil itu terjadi pada saat musim penghujan. Meski kondisi angin tampak kencang tetapi diketahui tidak datang dari arah yang konsisten, sehingga sangat jarang bisa dimanfaatkan untuk pembangkit listrik di PLTB Sidrap. Kondisi itu berada pada akhir bulan November hingga awal Maret. Kepala Cabang PT Bayu Energi, Hamiruddin mengatakan ada masa-masa produksi yang menurun, seperti pada 2018 terjadi di bulan November dan Desember.

Selanjutnya di tahun 2019 berlangsung hingga April. “Tahun 2019, terendah itu di bulan Februari, Maret serta akhir tahun yakni November dan Desember. Sedangkan tahun 2020 itu di bulan Februari hingga April. Jadi mungkin diprediksi November dan Desember juga terendah,” ujarnya.

  1. Sedangkan kategori angin besar yang menjanjikan produksi listrik hingga kerap kali mencapai surplus terjadi di musim kemarau yakni antara akhir Mei hingga Oktober dan November.
  2. Seperti yang terjadi di bulan Mei 2020 hingga sekarang berada pada kondisi angin besar yang diprediksi akan berlangsung hingga Oktober.
You might be interested:  Berikan Alasan Mengapa Energi Surya Dikembangkan?

Tahun 2020 ini, PLTB Sidrap tercatat telah berhasil memproduksi 116.706 GW per 11 Agustus dari total target 231 GW. “Ada peralihan antara musim kemarau ke musim hujan atau sebaliknya, itu biasanya angin sedikit terjadi. Bahkan pada peralihan dua musim tersebut terjadi masa transisi yang sering tidak ada angin,” tambah Kepala Pengembangan Proyek PT UPC Renewables, Niko Priyambada.

Kapasitas pembangkit tenaga angin yang fluktuatif dan pembangkitannya bergantung pada angin, sehingga pada musim kemarau mampu memproduksi 75 MW hampir setiap hari dan pada musim hujan hanya mampu berproduksi sebagian dari kapasitas tersebut. “Naik turunnya produksi ini tidak berdampak kepada masyarakat, sebab penyaluran listrik melalui PLTB Sidrap melalui PLN dan tentu sebelum digunakan masyarakat, hasil EBT PLTB Sidrap masuk dalam satu sistem kelistrikan bersama sumber energi listrik lainnya di Sulsel,” katanya.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pihak UPC Renewables, produksi yang dihasilkan tersebut tidak jauh berbeda dari hasil penelitian terhadap pola angin musiman, sehingga hasil produksi PLTB Sidrap pada dua tahun terakhir dijadikan sebagai referensi untuk 28 tahun mendatang sesuai kontrak operasi selama 30 tahun. Seorang pekerja, berjalan di bawah baling-baling turbin saat konstruksi berlangsung.Foto: Eko Rusdianto/ Mongabay Indonesia Potensi PLTB Keberadaan angin yang melimpah menjadi ‘angin segar’ bagi para pengembang untuk melakukan ekspansi hingga pembangunan PLTB baru di beberapa wilayah Sulawesi Selatan.

Salah satunya, PT UPC Renewables sebagai pihak swasta yang mengkoordinir PLTB di Kabupaten Sidrap telah melirik beberapa tempat dengan potensi pengembangan PLTB di Sulawesi Selatan. Riset yang telah dilakukan PT UPC Renewables sejak 2013 dalam mengukur kondisi angin pada sejumlah daerah di Sulsel menemukan beberapa daerah dengan kondisi angin konstan dan sangat bagus untuk pengembangan PLTB.

Seperti di selatan Sidrap yang berbatasan dengan Kabupaten Soppeng, meski ada PLTB Tolo di kabupaten Jeneponto, namun dinilai masih memungkinkan untuk pengembangan PLTB di kawasan tersebut. Termasuk Kabupaten Takalar yang berbatasan dengan Jeneponto dan Kabupaten Kepulauan Selayar dinilai punya potensi besar dalam menghasilkan kapasitas listrik.

“Tantangan kami untuk menambahkan kapasitas yang boleh dikembangkan atau dibangun itu dari PLN dan pemerintah,” kata Kepala Pengembangan Proyek PT UPC Renewables, Niko Priyambada. Dia mengemukakan meski potensi angin di Kabupaten Takalar sangat bagus, namun pihak PT UPC Renewables dipastikan akan sulit memperoleh izin pengembangan PLTB karena wilayah itu menjadi kawasan latihan terbang TNI AU.

Sehingga bangunan dengan ketinggian tertentu dibatasi. Pada peraturannya, ketinggian 75 meter tidak memungkinkan untuk pembangunan di Kabupaten Takalar, sementara tinggi tiang turbin beserta baling-baling pada posisi di atas mencapai 130 meter. Potensi lainnya yakni di Kabupaten Kepulauan Selayar dengan kapasitas yang sangat besar, digadang-gadang mampu menghasilkan kapasitas listrik sebanyak 100-200 MW.

  1. Pengembangan PLTB Selayar dipikirkan untuk perencanaan jangka panjang sesuai kondisi demografis sebagai wilayah kepulauan.
  2. Pada perencanaannya, sambungan kabel bawah laut untuk disambungkan ke wilayah darat yakni Kabupaten Bulukumba.
  3. Selanjutnya pembangkit listrik di Selayar akan memasok listrik ke Sulawesi.

“Ini kami usulkan ke PLN, kita harapkan program raksasa ini bisa terlaksana karena kapasitas listrik 100-200 MW itu ada. Namun distribusinya juga harus jelas, apakah PLN siap membeli listrik dari hasil PLTB Selayar nantinya,” ujar Niko Kapasitas listrik yang besar dari potensi PLTB di Selayar juga menjadi ‘bumerang’, sebab tidak sesuai dengan kebutuhan daya yang dihasilkan.

Ini karena Selayar diperkirakan hanya butuh pasokan listrik maksimum 6 MW dan akan mengalami kesulitan untuk memasok listrik ke wilayah lain sebagai kabupaten kepulauan. Selain itu, juga akan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat di Pulau Sulawesi untuk menambah pasokan listrik sebesar itu. Meski demikian, peluang pengembangan PLTB di Sulawesi cukup besar.

PLN diketahui telah membangun jaringan yang menghubungkan tiga provinsi di Pulau Sulawesi, yakni Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat hingga Sulawesi Tenggara pada 2019 lalu. Sehingga dipastikan memungkinkan peningkatan industri dengan penggunaan listrik yang lebih besar.

Terkait potensi ini, PT PLN harus lebih dulu menyusun proyeksi jumlah kebutuhan listrik ke depan, sebab hanya sebagian atau tidak semuanya kebutuhan listrik masyarakat bisa dipasok dari energi listrik terbarukan. Khususnya pada PLTB, karena kapasitas listrik yang dihasilkan sangat tergantung dengan kondisi angin.

“Sebagian kebutuhan listrik masyarakat harus diisi oleh pembangkit listrik yang sifatnya based load artinya pembangkit yang beroperasi 24 jam tanpa berhenti seperti penggunaan batubara, minyak diesel, air dan panas bumi,” katanya. Salah seorang petani sedang memanen jagung, dengan latar belakang kincir angin PLTB. Foto: Nur S Wardyah Tambah Satu PLTB PLN UIKL Sulawesi merilis pengembangan PLTB di Sulawesi telah disebutkan pada Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2019-2024, bahwa terdapat penambahan satu slot lokasi untuk pengembangan PLTB di Pulau Sulawesi.

Mengenai rencana ini, pengembang PLTB Sidrap maupun PLTB Tolo Jeneponto telah sama-sama menyiapkan izin dan lahan untuk pengembangan energi terbarukan dari sumber angin yang telah terbukti bagus. Pihak pemerintah bersama PLN terbilang sangat ketat pada penentuan RUPTL tersebut. PLN menginginkan prediksi produksi pasti serta jumlah deviasi yang dihasilkan masing-masing PLTB.

Hingga saat ini, PLN belum memastikan penambahan satu slot PLTB di Pulau Sulawesi terkait tempat dan pengembang yang akan ditunjuk untuk pembangunan mega proyek tersebut. “Dalam RUPTL 2019-2024 memang terdapat satu slot PLTB di Sulawesi, tetapi kita belum tahu siapa, bisa jadi Sidrap, bisa jadi Tolo atau malah bisa jadi perusahaan lain,” kata Humas PLN UIKL Sulawesi, Indri Yanto.

  1. Rencana pembangunannya masih belum bisa dipastikan karena dampak wabah pandemi COVID-19 yang mengakibatkan efek domino pada seluruh aspek kehidupan.
  2. Tulisan berikutnya: Kejar Target Bauran EBT, Apa yang Ditunggu dari Ekspansi PLTB Sidrap Tahap II? * Nur Suhra Wardyah, penulis adalah jurnalis di Kantor Berita ANTARA Sulsel.
You might be interested:  Do Solar Panels Work When It'S Cloudy?

Artikel ini didukung oleh Mongabay Indonesia Artikel yang diterbitkan oleh

Jelaskan apa yang dimaksud dengan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu?

Saatnya Kembangkan PLTB di Indonesia – Jumat, 18 Juni 2010 – Dibaca 65784 kali Salah satu energi alternatif untuk menghasilkan listrik adalah energi angin. Secara sederhana angin didefinisikan sebagai udara yang bergerak dari tekanan tinggi ke tekanan rendah atau dari suhu udara rendah ke suhu udara tinggi, yang terjadi akibat pemanasan matahari terhadap atmosfir dan permukaan bumi.

Angin merupakan salah satu bentuk energi yang tersedia di alam yang diperoleh melalui konversi energi kinetik. Energi dari angin diubah menjadi energi kinetik atau energi listrik. Energi angin dapat memberikan kontribusi signifikan bagi pengurangan emisi karena tidak dihasilkan emisi CO2 selama produksi energi listrik oleh kincir angin.

Cara kerja pembangkit tenaga angin yang dikenal sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) cukup sederhana. Energi angin yang memutar kincir diteruskan untuk memutar baling-baling pada generator di bagian belakang kincir angin, sehingga menghasilkan energi listrik.

Pemanfaatan angin sebagai energi terbarukan pada tahun 2009 telah menghasilkan energi listrik sebesar 159 GW atau setara 2% konsumsi listrik dunia ( World Wind Energy Association Report/WWEA 2010). Angka tersebut diharapkan akan meningkat menjadi 200 GW pada tahun 2010. Amerika, China, Jerman dan Spanyol merupakan negara paling besar yang memanfaatkan energi angin, baik onshore maupun offshore,

Kapasitas energi listrik yang di hasilkan dari satu kincir angin dengan baling-baling berdiameter 127 meter di Belanda yang berada di offshore mencapai sekitar 6 MW (ECN, Factsheet Wind Energy ). Saat ini sedang dikembangkan baling-baling dengan diameter 150 meter yang diharapkan dapat membangkitkan listrik dengan kapasitas sekitar 10 MW.

Indonesia yang memiliki pantai sepanjang 80.791,42 km merupakan wilayah potensial untuk pengembangan PLTB. Kecepatan angin di Indonesia secara umum antara 4 m/detik hingga 5 m/detik. Namun di daerah-daerah tertentu seperti di pantai kecepatan anginnya dapat mencapai 10 m/detik. Dengan kecepatan tersebut, pembangunan pembangkit listrik tenaga angin masih kurang ekonomis.

Namun, jika dibangun dengan ketinggian tertentu dan diameter baling-baling yang besar dapat dihasilkan energi listrik dengan potensi kapasitas 10-100 kW. Pada tahun 2009, kapasitas terpasang dalam sistem konversi energi angin di seluruh Indonesia mencapai 1,4 MW (WWEA 2010) yang tersebar di Pulau Selayar (Sulawesi Utara), Nusa Penida (Bali), Yogyakarta, dan Bangka Belitung.

Dimana PLTB terbesar di dunia?

Hornsea 1 PLTB lepas pantai Hornsea 1, dengan kapasitas terpasang 1,218 gigawatt saat ini merupakan PLTB lepas pantai dengan kapasitas terpasang terbesar di dunia.

Didaerah manakah penggunaan angin sebagai energi alternatif pembangkit listrik?

Bisnis.com, JENEPONTO – Indonesia memiliki potensi energi baru dan terbarukan yang cukup besar, salah satunya energi angin. Sebagai negara kepulauan yang memiliki garis pantai yang panjang, Indonesia juga menjadi negara yang memiliki potensi energi angin yang besar.

  1. Berdasarkan rilis dari Kementerian ESDM yang diterima Jumat (21/9/2018), sejumlah wilayah di Indonesia memiliki potensi menghasilkan energi listrik dari angin lebih dari 100 megawatt (MW).
  2. Misalnya, wilayah Sidrap dan Jeneponto di Sulawesi Selatan berpotensi menghasilkan energi listrik dari angin hingga lebih dari 200 MW.

Saat ini, di kedua wilayah tersebut telah dibangun Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB). Di Sidrap berkapasitas 75 MW dan di Jeneponto berkapasitas 72 MW. Selain Sidrap dan Jeneponto, wilayah lain juga memiliki potensi sumber energi angin cukup besar.

Gunung Kidul (10 MW) dan Bantul (50 MW) di DIY YogyakartaBelitung Timur (10 MW)Tanah Laut (90 MW)Selayar (5 MW)Buton (15 MW)Kupang (20 MW), Timur Tengah Selatan (20 MW),dan Sumba Timur (3 MW) di Nusa Tenggara TimurAmbon (15 MW) Kei Kecil (5 MW) dan Saumlaki (5 MW) di Ambon.

Di lokasi-lokasi tersebut terdapat beberapa lokasi potensial dan sedang dilakukan pengembangan oleh pengembang listrik swasta. Presiden Joko Widodo menyatakan akan terus mendorong pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT), karena Indonesia memiliki potensi yang sangat luar biasa besar salah satunya energi angin.

Bagaimana Potensi PLTB di Indonesia?

Angin, atau dalam Bahasa Sanskerta Bayu, merupakan salah satu sumber energi terbarukan yang semakin serius digarap oleh pemerintah Indonesia untuk dikonversi menjadi energi listrik. Caranya, dengan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Bayu yang populer dengan singkatan PLTB.

Pembangkit listrik jenis ini biasanya dibangun di daerah yang memiliki potensi hembusan angin yang besar. Sehingga dapat mengonversikan energi bayu menjadi listrik dengan menggunakan turbin angin atau kincir angin sebagai generator. Salah satu bukti keseriusan pemerintah, melalui Kementerian ESDM, dalam memanfaatkan tenaga bayu adalah peresmian PLTB Sidrap I oleh Presiden Joko Widodo pada 2 Juli 2018 silam yang berlokasi di Desa Mattirotasi dan Desai Lainungan, Kec.

Watang Pulu, Kabupaten Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan. PLTB ini sudah mulai beroperasi secara komersial pada tanggal 5 April 2018. Sidrap dipilih sebagai lokasi pembangunan PLTB karena memiliki kecepatan angin yang bagus yaitu 7 meter per detik (m/s).

  • Pembangunannya dilakukan dalam waktu 2,5 tahun (Agustus 2015 s.d.
  • Maret 2018).
  • PLTB Sidrap I dapat menghasilkan tenaga listrik berkat adanya 30 kincir angin atau wind turbin generator.
  • Turbin berkapasitas 2.5 MW pada 30 kincir tersebut dapat menghasilkan listrik sebesar 75 Mega Watt (MW) dan diperkirakan akan mampu mengaliri listrik 70.000 pelanggan di wilayah Sulawesi Selatan dengan daya listrik rata-rata 900 volt Ampere.

PLTB ini menempati lahan seluas 100 hektar, dengan jumlah 30 turbin yang tingginya mencapai 80 meter dan baling-baling sepanjang 57 meter. Wakil Bupati Sidrap, Mahfud Yusuf mengungkapkan bahwa pembangunan PLTB Sidrap I memberikan dampak positif bagi masyarakat Sidrap. Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) hari ini, Senin (2/7) meresmikan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Sidenreng Rappang (Sidrap) berkapasitas 75 Megawatt (MW) di Kecamatan Watangpulu, Kabupaten Sidenreng Rappang, Provinsi Sulawesi Selatan, Senin, (2/72018).

  1. Foto: Dokumentasi Kementerian ESDM) Tidak berhenti di PLTB Sidrap I, gerak cepat Kementerian ESDM dalam mengembangkan energi bayu menjadi setrum terus bergulir.
  2. Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Mineral (ESDM) Rida Mulyana bersama Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN (Persero) Djoko R.

Abu Manan telah melakukan peninjauan ke Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Tolo berkapasitas 72 megawatt (MW) di Kabupaten Jeneponto, Provinsi Sulawesi Selatan pada Jumat, 6 September 2019. “Proyek PLTB Tolo ini dibangun sejak 2016 lalu dan sudah beroperasi secara komersial 14 Mei 2019.

  1. Setelah 3 bulan, saya lihat produksi listriknya makin meningkat, bagus dan dilaporkan belum ada (kendala) apa-apa,” kata Dirjen Rida saat peninjauan ke area PLTB Tolo.
  2. PLTB Tolo memiliki tinggi 133 meter dan panjang baling-baling 63 meter, 20 turbin yang terpasang masing-masing mampu mengalirkan listrik sebesar 3,6 MW, sehingga kapasitas totalnya mencapai 72 MW.
You might be interested:  Apa Itu Cycle Count Baterai Macbook?

Kehadiran PLTB ini mampu melistriki setara 300.000 rumah tangga pelanggan 900 VA. Dijelaskannya bahwa PLTB Jeneponto ini masuk dalam program 35.000 MW. Ini merupakan bukti nyata komitmen pemerintah mewujudkan bauran energi primer energi baru dan terbarukan (EBT) sebesar 23% pada tahun 2025. Dokumentasi: Kementerian ESDM Selain meningkatkan kapasitas penyediaan listrik dan keandalan sistem interkoneksi sistem Sulawesi bagian Selatan, PLTB Tolo juga ditujukan untuk untuk mengurangi pemakaian BBM dan mengurangi biaya pokok pembangkitan dengan penghematan Rp.577 per-kWh jika dibandingkan dengan dengan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD).

  • Berkembangnya bisnis pembangkit EBT ini disambut hangat oleh Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN (Persero) Djoko R.
  • Abu Manan, mengingat melimpahnya sumber EBT di Sulawesi Selatan.
  • Ita sangat mendukung energi terbarukan, karena energi fosil pasti akan habis.
  • Di Sulawesi Selatan banyak potensi energi hidro, surya, angin juga banyak.

Sulawesi ini luar biasa, karena potensi energi angin tidak di semua tempat, koridornya di Nusa Tenggara, Sulawesi dan Jawa Bagian Selatan. Ini berkah,” syukur Djoko. Potensi Pengembangan PLTB di Indonesia Dengan telah beroperasinya PLTB di Sidrap dan Jeneponto memberikan pertanda bagus bahwa pengembangan PLTB di Indonesia ke depan sangat cerah.

  • Banyak lokasi di Tanah Air yang menyimpan potensi angin yang bagus untuk dikembangkan menjadi energi listrik.
  • Mengutip hasil penelitian Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) pada tahun 2016, dari 166 lokasi yang diteliti, terdapat 35 lokasi yang mempunyai potensi angin yang bagus dengan kecepatan angin diatas 5 meter perdetik pada ketinggian 50 meter.

Selain itu, LAPAN juga menemukan 34 lokasi yang kecepatan anginnya mencukupi dengan kecepatan 4 sampai 5 meter perdetik. PLTB Tolo I berkapasitas 72 MW dibangun di Kampung Lengke-lengkese, Kecamatan Binamu, Jeneponto, Sulawesi Selatan. Foto: Dokumentasi Kementerian ESDM Sementara mengutip data dari Kementerian ESDM per Oktober 2018, potensi PLTB tercatat sebesar 60.647 MW yang menempati posisi ketiga terbesar dari potensi energi baru dan terbarukan di Tanah Air setelah tenaga surya (207.898 MW), tenaga air (75.091 MW).

Sedangkan energi listrik yang telah dihasilkan sampai tahun 2019 tercatat 154,3 MW. Dengan potensi yang cukup besar itu, Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) menjadi salah satu potensi besar dalam pengembangan ketenagalistrikan nasional, khususnya pada daerah yang memiliki potensi kecepatan angin di atas 4 meter per second (m/s).

Potensi besar tenaga angin tersebut juga terlihat pada peta potensi tenaga angin dunia yang di- launching Word Bank pada Wind Europe 2017 di Rotterdam, Belanda (28/11), yang dapat diakses pada laman https://globalwindatlas.info, daerah dengan potensi kecepatan dan kerapatan angin yang cukup tinggi di area Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, Pulau Jawa bagian selatan, juga Papua bagian selatan. Dokumentasi Kementerian ESDM Mengutip pemberitaan media nasional, saat ini terdapat sekitar 24 proyek PLTB di berbagai lokasi potensial di Tanah Air yang berada dalam berbagai tahap pengembangan (studi kelayakan, konstruksi, atau sudah beroperasi seperti di Sidrap dan Jeneponto). Dokumentasi Kementerian ESDM Rencana Pemerintah untuk membangun lebih banyak PLTB ini perlu kita dukung karena akan membawa banyak manfaat bagi kita semua. Pertama, PLTB tidak membutuhkan sumber energi fosil yang harganya cukup mahal dan akan habis pada waktu tertentu.

Kedua, PLTB adalah salah satu energi hijau (ramah lingkungan), sehingga selaras dengan upaya pelestarian lingkungan dan pengurangan karbon di udara. Pada saat ini semakin banyak dan semakin gencar masyarakat atau LSM menyuarakan penggunaan energi hijau. Ketiga, dapat dibangun di remote area, sehingga dapat memenuhi kebutuhan masyarakat di pelosok Tanah Air, termasuk di daerah 3T yaitu Terluar, Tertinggal dan Terpencil.

sehingga dapat meningkatkan rasio elektrifikasi nasional dan pemerataan penyediaan listrik bagi seluruh masyarakat Indonesia, dimanapun lokasinya. Terakhir, dapat dibangun di tengah laut sehingga tidak perlu pembebasan lahan. Sebagaimana sering ditemuai bahwa pengadaan lahan untuk pembangunan suatu proyek telah menjadi persoalan yang pelik di sejumlah daerah.

  1. Tantangan Pengembangan EBT Sifat pembangkit listrik berbasis Energi Baru Terbarukan yang intermitten, atau seringkali berubah sesuai cuaca, menjadi tantangan sendiri bagi pengembang untuk mengoptimalkan pengoperasian.
  2. Maka diperlukan kerja sama dengan lembaga terkait, seperti BMKG, untuk menjawab masalah prakiraan cuaca yang dapat mempengaruhi produksi listrik.

Sedangkan tantangan utama adalah terkait harga jual listrik yang relatif masih mahal. Dari aspek bisnis yang sering Pemerintah minta kepada pengembang listrik adalah harga jual listrik ke PLN sebaiknya di bawah Biaya Pokok Produksi (BPP). Akhirnya, untuk tercapainya keberhasilan pengembangan EBT, maka Pemerintah bersama pihak terkait perlu bahu membahu untuk menciptakan iklim investasi yang baik dan sistem yang kompetitif.

Berapa besar potensi pembangkit listrik di Indonesia?

Potensi PLTA di Indonesia sebesar 76.670 Megawatt – Potensi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Indonesia diperkirakan sebesar 76.670 Megawatt (MW) dan Pembangkit Listrik Tenaga Mini/Makro Hidro (PLTM/PLTMH) sebesar 770 MW merupakan aset yang harus dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Dari potensi tersebut baru sekitar 6 persen yang telah dikembangkan. Hal tersebut diungkapkan oleh Wakil Menteri Pekerjaan Umum (PU) Hermanto Dardak saat menyampaikan keynote speech dalam Sarasehan dalam rangka Peringatan Hari Air Dunia (HAD) XXII tahun 2014 dengan tema Äir dan Energi”. “Potensi energy yang perlu dikembangkan adalah potensi listrik dari daya air yang ada dan belum termanfaatkan di bangunan-bangunan air utama,”tutur Hermanto.

Saat ini, tambah Hermanto, pemerintah tengah mengkaji pemanfaatan waduk-waduk dan bendung-bendung yang menjadi aset Kementerian PU untuk dapat dimanfaatkan sebagai PLTA dan/atau PLTM. “Bekerja sama dengan Kementerian ESDM, semua potensi energy dari daya air harus diintegrasikan dalam pola dan rencana pengelolaan SDA, termasuk pengintegrasian persyaratan dan prosedur perizinan,”kata Hermanto.

Selain itu, regulasi juga perlu dikembangkan agar masyarakat swasta tertarik untuk melakukan investasi dalam pembangunan bendungan serba guna. Dalam hal ini, pemerintah memiliki peran penting dalam memfasilitasi pengembangan kebijakan dan kerangka kerja lintas sectoral untuk ketahanan energy dan penggunaan air yang berkelanjutan dalam kerangka ekonomi yang berwawasan lingkungan.

Dalam sarasehan tersebut, turut hadir sebagai pembicara adalah Direktur Jenderal (Dirjen) SDA Kementerian PU Muhammad Hasan, Pemerhati dan Pecinta Lingkungan Erna Witoelar, Deputy Director, Asia and the Pacific regional Science Bureau of Unesco Shahbaz Khan dan Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya mineral Rida Mulyana.